MARS PMII

Inilah kami wahai Indonesia Satu barisan dan satu cita Pembela bangsa, penegak agama Tangan terkepal dan maju kemuka Habislah sudah masa yang suram Selesai sudah derita yang lama Bangsa yang jaya Islam yang benar Bangun tersentak dari bumiku subur *Reff : Denganmu PMII Pergerakanku Ilmu dan bakti, ku berikan Adil dan makmur kuperjuangkan Untukmu satu tanah airku Untukmu satu keyakinanku Inilah kami wahai Indonesia Satu angkatan dan satu jiwa Putera bangsa bebas meerdeka Tangan terkepal dan maju kemuka Denganmu PMII Pergerakanku Ilmu dan bakti, ku berikan Adil dan makmur kuperjuangkan Untukmu satu tanah airku Untukmu satu keyakinanku

Senin, 31 Januari 2011

Anatomi Sebuah Pendapat




Oleh: Abdurrahman Wahid*

Masyarakat sering beranggapan salah tentang sebuah keputusan hukum Islam (fiqh). Kesalahan itu dapat dilihat baik dalam hal kedudukannya dalam pandangan seorang muslim, maupun dalam hal-hal lain. Hal ini ternyata dari kasus mayat-mayat yang bergelimpangan setelah musibah gempa bumi dan gelombang Tsunami, yang terjadi di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), 26 Desember 2004 yang lalu. Kedua bencana alam tersebut, telah mengakibatkan korban jiwa lebih dari seratus ribu, dan banyak lagi yang dibawa ombak laut dan kemudian mayat mereka terapung-apung di lautan. Bahkan ditakutkan, mayat-mayat terapung itu ‘masuk' ke Selat Malaka dan lebih ditakutkan lagi terbawa gelombang air hingga ke laut Jawa, untuk kemudian terdampar di pantai utara pulau tersebut. Mudah-mudahan hal itu tidak terjadi, karena akibat-akibat psikologis yang ditimbulkannya. Kalau meminjam istilah, yang secara lisan digunakan oleh budayawan Emha Ainun Nadjib dalam sebuah siaran radio niaga, itu akan mengakibatkan sebuah rumor, sas-sus dan mistik, dan trauma yang diakibatkannya akan menjadi sangat dahsyat.

Penulis menggunkan istilah pendapat, dan bukanya fatwa fiqh, karena memang penggunaan istilah itu harus ditata dengan baik, karena selama ini masyarakat memakainya secara serampangan. Ambil contoh, sebelum menyampaikan sebuah pengajian secara lisan dimuka umum sering disebutkan oleh pembawa acara, penulis diminta/diharapkan menyampaikan fatwa mengenai hal-hal tertentu.

Seperti halnya fatwa hukum yang hanya dapat dibuat/dikeluarkan Mahkamah Agung, dalam membuat sebuah keputusan fiqh harus ada kejelasan mengenai siapa yang diperkenankan membuat/mengeluarkan sebuah fatwa fiqh, diluar itu tidak diperkenankan/diperbolehkan keluarnya fatwa tersebut. Ini perlu diphami oleh kita semua untuk mencegah kerancuan pemakaian istilah tersebut lebih lanjut guna untuk keperluan kita sendiri. Karena kurang telitinya masyarakat dalam menggunakan istilah tersebut akibatnya dapat menjadi fatal. Sekarang ini kerancauan yang ditimbulkannya itu telah mencapai akibat-akibat terlebih jauh.

Hal pertama yang harus diingat, fatwa fiqh adalah sebuah proses hukum yang merupakan sebagian dari pembentukan pendapat di kalangan mereka yang sadar, bahwa sebuah hukum fiqh tentang sesuatu persoalan diperlukan. Oleh mereka yang sadar, pada saat ini fiqh hanya mempunyai kedudukan tidak formal. Karena hanya hukum nasional yang mempunyai kedudukan formal, maka hukum fiqh atas sesuatu hal hanya berfungsi moral. Tetapi, minimal fungsi moral itu akan mempunyai pengaruh pada pembentukan sebuah keputusan hukum nasional termasuk di dalamnya (keputusan fatwa hukum) oleh Mahkamah Agung. Karena itulah, penggunaan fatwa fiqh itu sendiri haruslah diatur dengan sebenar-benarnya, kerancuan yang diakibatkan oleh salah penggunaannya, juga akan mengakibatkan ‘kesalahan-kesalahan' teknis dalam pembentukan sebuah keputusan hukum nasional, termasuk fatwa hukum.

Hal inilah yang harus dihindari, jika kita menginginkan sebuah proses sehat dalam pembentukan hukum nasional kita, dalam jangka panjang, karena hal itu banyak menyangkut pembentukan pendapat dalam kehidupan kita sebagai bangsa dimasa depan. Hal kedua yang harus diingat, tidak semua orang dapat mengeluarkan/membuat fatwa Fiqh. Orang harus mencapai tingkat tertentu, untuk menjadi pembuat fatwa fiqh. Orang itu adalah ahl al-fatwa, yang dalam bahasa kita dapat saja digunakan istilah ‘pembuat fatwa fiqh'. Tidak setiap orang ahli agama dapat melakukan hal itu. Penulis sendiripun tidak, karena saya tidak mempunyai ‘keahlian yang diperlukan' untuk itu Dalam hal ini, apa yang penulis sampaikan, hanya merupakan "pendapat fiqh" (bahasa Arabnya: ara' al-fiqh) Karena itu, penulis gunakan istilah pendapat sebagai judul tulisan ini, untuk menghindarkan kerancuan penggunaan istilah lebih jauh.

Banyak dokter bertanya kepada penulis, apakah yang harus dilakukan dengan mayat-mayat orang mati yang bergelimpangan lebih dari seratus ribu orang di Propinsi NAD? Kalau dibiarkan menunggu di kuburkan secara masal, atau dalam bahasa medis disebut sebagai evakuasi, maka mayat-mayat tersebut akan membusuk dan menimbulkan wabah/epidemi berukuran massif. Setelah sehari semalam "didiamkan saja" hal itu, barulah pada tanggal 1 Januari 2005 malam hari penulis mengemukakan di hadapan sejumlah orang wartawan (termasuk dari TV7 dan TransTV), bahwa dalam pendapat saya mayat-mayat yang bergelimpangan di propinsi NAD itu, yang diakibatkan oleh gempa bumi dan gelombang tsunami boleh dapat dibakar. Pada hari yang sama, Kyai Ma'ruf Amin Ketua Lajnah Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan pendapat pribadi, sebaiknya mayat-mayat itu dikuburkan secara masal saja. Tentu saja pendapatnya itu juga sempat menimbulkan kebingungan, karena dianggap sebagai fatwa fiqh dari MUI.

Dua pendapat yang saling berbeda, kalau tidak boleh dikatakan saling bertentangan, dianggap sebagai dua fatwa. Padahal, kedua hal itu hanyalah merupakan pendapat saja. Sebagai sebuah pendapat fiqh, kedua-duanya hanya memiliki status non fatwa. Kita tunggu saja hasil pertemuan lajnah (lembaga atau badan) fatwa, baik dari MUI maupun dari berbagai gerakan Islam di Indonesia. Baru setelah itu, jika memang diperlukan, dapat dikeluarkan fatwa hukum oleh Mahkamah Agung. Menurut pandangan penulis, kita tidak memerlukan fatwa hukum dalam hal ini, kecuali jika nantinya ada ‘akibat-akibat hukum' tentang harta yang ditinggalkan dan sebagainya.

Ada empat buah ‘ketentuan' dari pendapat fiqh itu yang diikuti penulis yaitu satu hadits Nabi Muhammad SAW, dan tiga kaidah dari khazanah fiqh formal yang berjiwa tradisional.

Ucapan Nabi Muhammad SAW itu adalah "Jika persoalan diserahkan kepada orang yang bukan ahli, tunggu saja hari kiamat " (Idza wusida al-amru illaa-ghairi ahlihi fantazhiri al-sha'ah). Di samping itu, dalil yang digunakan adalah ketiga kaidah fiqh berikut: Pertama, "Sebuah kebutuhan dapat saja dianggap sebagai keadaan darurat (al hajatu tanzilu manzila al darurah), kemudian "Keadaan darurat dapat memperkenankan hal-hal yang terlarang (al-dharurah tubihu al mahdzurah) dan "Mencegah kerusakan diutamakan dari/atas tindakan membawa kebaikan" (dar-ul mafasid muqaddam 'ala jabb al mashalih). Dengan berpedoman kepada berbagai rumusan tersebut, disusunlah argumentasi yang digunakan untuk mendukung pendapat fiqh dalam kasus ini.

Sebuah contoh yang sempurna dapat dikemukakan di sini. Ketika Kyai Abdullah Faqih dari Langitan (Tuban) mem'fatwakan', bahwa seorang wanita tidak seharusnya menjadi Presiden/Bupati/Walikota beberapa bulan yang lalu. Hal itu pernah dikemukakannya kepada penulis ketika Mu'awanah, dikenal dengan sebuatan Ibu Anna, akan dicalonkan PKB menjadi Bupati Bojonegoro, dan ketika Megawati Soekarnoputri dicalonkan menjadi Presiden RI. Penulis kemudian menjawab pertanyaan wartawan di Surabaya, bahwa itu bukanlah kampanye untuk/ terhadap siapapun, melainkan sebuah fatwa fiqh. Memang fatwa fiqh dapat saja diberikan oleh orang-orang yang telah memenuhi persyaratan untuk itu, dan Kyai Faqih adalah salah seorang diantara sedikit manusia Indonesia yang memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut. Penulis sendiri tentu berbeda dalam pendapatnya tentang hal itu. Ketika ditanya apa penulis menjawab nanti saja setelah pemilu, sehingga tidak terlibat dalam pro dan kontra tentang hal itu.

Tentu saja, banyak hal dalam kehidupan ini yang dapat saja difatwakan secara fiqh. Di negeri-negeri yang memiliki kehidupan mapan di bidang hukum agama, tiap negara memiliki seorang pemberi fatwa fiqh yang bergelar Mufti (pemberi fatwa). Ia diangkat oleh pemerintah, dan menetapkan beberapa hal yang menjadi kewenangannya, seperti menetapkan permulaan puasa dan hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha. Seharusnya di negeri kita juga ada muftinya, dan ia-lah yang menjadi rujukan pemerintah dalam hal-hal tersebut. Namun, karena Indonesia bukanlah negara agama, maka dengan sengaja kedudukan itu tidak diadakan. Sebagai gantinya, ditetapkanlah Menteri Agama, yang antara lain berfungsi sebagai Mufti. Seharusnya, ia menetapkan permulaan puasa, jatuhnya hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, sehingga ada pegangan kita. Tetapi, karena adanya "pertentangan" antara golongan tradisional melawan kaum pembaharu di negeri kita, maka akhirnya masing-masing membuat keputusan sendiri. Akankah kita terus demikian?

Jakarta, 5 Januari 2005 (Proaksi)
*Penulis adalah Ketua Umum Dewan Syura DPP PKB

KH Ma'ruf Amin: Konsep HAM Tak Bertentangan dengan Islam



Senin, 31 Januari 2011
Jakarta, NU Online
Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Ma'ruf Amin menyatakan, agama Islam dan konstitusi pada dasarnya telah mengatur masalah hak asasi manusia secara tuntas. Namun sebagian pihak menerjemahkan HAM sebagai kebebasan yang ada dengan kebebasan yang tanpa batas.

"Dalam Islam, kebebasan ada batasannya yaitu sepanjang tidak melanggar ajaran agama dan tidak merugikan orang lain," kata kiai Ma'ruf yang juga Mustasyar PBNU pada seminar HAM dan Syariah dalam perspektif global di kantor MUI Pusat, Jalan Proklamasi 51 Jakarta Pusat, Sabtu (29/1) lalu.

Ia membagi perkara HAM ini menjadi tiga bagian, yaitu HAM Islami, HAM kontitusi dan HAM sekuler. Menurutnya, konsep HAM atau al-huquq al-insaniyah bukanlah sesuatu yang asing atau baru bagi umat Islam. Karena pada dasarnya Islam merupakan agama yang menempatkan manusia pada posisi yang sangat tinggi, sebagaimana tercantum dalam kitab suci Al-Qur'an.

Hal itu dipertegas dengan disyariatkannya ajaran Islam yang diturunkan demi kemaslahatan umat manusia dalam memenuhi hak-hak istimewanya, yakni hak kemuliaan (al-karamah) dan hak kelebihan yang sempurna (al-fadhilah).

Adapun HAM dalam berbangsa, menurut kiai yang juga anggota Watimpres ini, konstitusi NKRI juga menganut pembatasan terhadap HAM dan kebebasan, sebagaimna UUD tahun 1945 pasal 28 J. Ketentuan ini dipertegas lagi dalam paasal 23 ayat 2 UU HAM, yakni; "Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum dan keutuhan bangsa."

"Karena HAM tidak bertentangan dengan Islam, bahkan Islam lebih dulu bicara mengenai substansi HAM tersebut, maka MUI dalam aktivitasnya baik berupa nasehat, fatwa maupun dalam fungsinya menjembatani kepentingan umat dan umara, selalu berusaha untuk menerapkan syartiat Islam yang berpegang pada kemaslahatan umat Islam maupun kemaslahatan bangsa," jelas Kiai Ma'ruf.

MUI lanjut dia, menekankan sikap yang berimbang antara HAM dan kewajiban asasi manusia karena tidak ada hak yang bebas dan absolut. Harus ada rambu-rambu dalam menerapkan konsep HAM sesuai aturan hukum positif di negeri kita dan juga bagi umat Isesuai dengan tuntunan ajaran Islam

Kebebasan yang tidak terkendali hanya akan melahirkan anarki yang merusak sendi-sendi kehidupan bangsa kita. "Jadi Ahmadiyah itu HAM sekuler," tandas Kiai Maruf Amin.

Sementara itu Dr Madirsyah Hosen, LLM, MA, dosen fakultas hukum di Universitas of Wollongong, Australia mengemukakan, Indonesia sebagai negera muslim terbesar dalam masalah HAM sebenarnya merupakan contoh negara lain, karena sudah lebih maju khususnya memiliki peraturan yang khusus tentang hak asasi manusia. (dpg/nam)

Senin, 24 Januari 2011

Peran PMII Dalam Menjawab Tantangan Kebudayaan Indonesia

Peran PMII Dalam Menjawab Tantangan Kebudayaan Indonesia

Oleh: Anas Apriyadi

Dalam pengertiannya kebudayaan bisa didefinisikan sebagai sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Indonesia tentunya memiliki kebudayaan yang sangat khas yang membedakannya dengan bangsa lain. Kebudayaan Indonesia terbentuk dengan sangat unik. Kepulauan Indonesia yang terbentang luas menghasilkan bermacam-macam kebudayaan yang berbeda-beda. Ditambah lagi dengan persentuhannya budaya lokal dengan budaya dari luar seperti kebudayaan yang dibawa Hindhu-Buddha, Islam, maupun kolonial barat (meskipun budaya barat lebih banyak mudharat daripada manfaatnya). Persentuhan dan akulturasi budaya itu bersinergi dengan apik dalam tiap masa dan akhirnya membentuk kebudayaan masyarakat Indonesia saat ini.

Dalam perjalanannya saya melihat ada beberapa tantangan yang dihadapi kebudayaan Indonesia di masa kini. Tantangan ini terjadi dari dua sisi, dari dalam dan dari luar. Dari dalam misalnya, bermacam-macam kebudayaan yang berbeda dari tiap daerah, etnis, maupun agama yang ada di Indonesia bisa menimbulkan disintegrasi kebudayaan jika tidak ada rasa pluralisme dan saling menghormati. Dari luar, tentu saja kita tahu bahwa gencarnya arus globalisasi termasuk globalisasi kebudayaan membuat banyak penetrasi kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia baik melalui TV, film, gadget, dan sebagainya yang dapat membawa pengaruh buruk bagi kebudayaan kita.

Sebagai mahasiswa kita harusnya mempunyai peranan penting dan posisi strategis untuk bisa menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi kebudayaan Indonesia ini. Dengan kapasitas intelektualnya mahasiswa memiliki tingkat kesadaran sosial yang relatif lebih tinggi dalam masyarakat sehingga harus mampu memilah-milah baik-buruknya kebudayaan yang masuk, maupun mengusahakan konsensus dan saling memahami antar kebudayaan Indonesia yang berbeda-beda, dalam hal ini saya menganggap mahasiswa bisa menjadi motor penggerak untuk menjawab tantangan kebudayaan itu dalam masyarakat. Namun, kecenderungan mahasiswa sekarang pada umumnya malah menjadi motor penggerak bagi tantangan-tantangan kebudayaan itu. Kapasitas intelektual dan kemampuan memperoleh informasi dan budaya dari dunia luar malah membuat mahasiswa cenderung latah dengan budaya luar yang masuk dan menganggap kebudayaan luar yang lebih modern dan glamor lebih cocok dengan kapasitas intelektual mereka dan menganggap kebudayaan bangsa sendiri sudah kuno dan tak cocok bagi mereka. Bila terhadap kebudayaan sendiri saja perhatiannya sudah kurang bagaimana bisa menjawab tantangan selanjutnya untuk mengatasi disintegrasi budaya Indonesia.

Melihat keadaan seperti itu gerakan mahasiswa mempunyai peran penting sebagai bagian dari sekelumit mahasiswa yang peduli pada masalah-masalah yang terjadi di tengah masyarakat dan bangsa ini. Dalam hal ini saya tekankan pada organ gerakan mahasiswa dimana kita berada yaitu PMII. PMII punya peluang untuk dapat berperan menjadi motor untuk menjawab tantangan-tantangan kebudayaan Indonesia. Secara manhaj PMII yang menganut ahlus sunnah wal jamaah (aswaja) yang juga merupakan ciri khas masyarakat Indonesia khususnya Islam di Indonesia sebagai metode pergerakan dalam bersikap termasuk dalam hal kebudayaan. Dalam hal ini empat nilai aswaja yaitu tawassuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan ta’adul (adil) harus diterapkan dalam menjawab tantangan ini. Secara historis pun PMII juga mewarisi ajaran aswaja yang diajarkan oleh wali songo dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara, dan kita tahu bagaimana para wali menyebarkan Islam di Nusantara tidak lain adalah dengan akulturasi budaya, antara budaya Islam (luar) dan budaya lokal. Tidak lupa juga secara historis PMII lahir dari NU yang konsen akan kebudayaan Indonesia dengan Lesbumi-nya yang kala itu mampu menjadi benteng kebudayaan lokal dari berbagai ideologi luar dan disintegrasi kebudayaan. Dengan kenyataan di atas secara genetis PMII memang seharusnya mampu berperan lebih dalam menghadapi tantangan-tantangan kebudayaan Indonesia.

Dalam menjalankan perannya itu keempat nilai aswaja bisa menjawab tantangan kebudayaan, dengan mengembangkan sikap moderat, toleran, seimbang, dan adil dalam menyikapi tiap masalah kebudayaan baik dari dalam berupa disintegrasi kebudayaan, maupun dari luar berupa penetrasi kebudayaan asing. Selain itu prinsip al-muhafazatu ‘ala al-qadim al-salih wa al-akhdzu bi al-jadid al-aslah atau menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik menjadi prinsip yang tepat sebagai landasan melestarikan kebudayaan kita agar tetap bertahan dan mengembangkan dengan kebudayaan baru yang lebih baik nantinya tanpa meninggalkan kebudayaan asli kita.

Tidak sekedar itu, perlu ada langkah nyata didasarkan atas karakteristik yang dimiliki PMII di atas untuk merealisasikan peran dalam menawab tantangan kebudayaan. Sebagai gerakan mahasiswa yang bisa dilakukan PMII seperti mewacanakan pemikiran tentang kebudayaan, saya pernah membaca dulu PMII Gadjah Mada pada masa jayanya pernah menerbitkan buletin Seloka yang memfokuskan wacana seni dan budaya. Saya rasa dengan mewacanakan seni dan budaya dapat mengilhami mahasiswa dan masyarakat untuk lebih peduli pada budaya Indonesia. PMII perlu juga mengagendakan advokasi kebudayaan pada masyarakat maupun pemerintah, sebagai gerakan mahasiswa penting bagi PMII untuk mengawal berbagai kebijakan pemerintah dalam hal kebudayaan apakah baik atau tidak bagi kebudayaan kita. Menggalakkan pemahaman kebudayaan kepada masyarakat juga harus dilakukan sebagai bentuk advokasi kebudayaan pada masyarakat. Hal yang paling penting adalah dari diri kita sebagai individu dalam pergerakan, kita juga harus lebih peduli pada kebudayaan Indonesia. mari berkaca pada diri kita, sudahkah kita berperan melestarikan dan mengembangkan kebudayaan kita sendiri? Sekecil apapun peran kita amat bermakna bagi kebudayaan kita yang sedang mengalami banyak tantangan. Dengan aktif berperan untuk turut menjawab tantangan kebudayaan Indonesia mulai dari diri kita sendiri untuk selanjutnya terakumulasi dalam organ gerakan mahasiswa yang memainkan peran dalam masyarakat maka perlahan tantangan kebudayaan Indonesia akan terjawab.

Kamis, 20 Januari 2011

MAHASISWA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL


Perguruan tinggi adalah sebuah institusi yang tidak sekedar untuk kuliah, mencatat pelajaran, pulang dan tidur. Tapi harus dipahami bahwa perguruan tinggi adalah tempat untuk penggemblengan mahasiswa dalam melakukan kontempelasi dan penggambaran intelektual agar mempunyai idealisme dan komitmen perjuangan sekaligus tuntutan perubahan.
Penggagasan terhadap terminologi perguruan tinggi tidak akan bisa dilepaskan bisa dilepaskan dari suplemen utama, yaitu mahasiswa. Stigma yang muncul dalam diskursus perguruan tinggi selama ini cenderung berpusat pada kehidupan mahasiswa. Hal ini sebagai konsekuensi logis agresitivitas mereka dalam merespon gejala sosial ketimbang kelompok lain dari sebuah sistem civitas akademika.
Akan tetapi fenomena yang berkembang menunjukkan bahwa derap modernisasi di Indonesia dengan pembangunan sebagai ideologinya telah memenjarakan mahasiswa dalam sekat institusionalisasi, transpolitisasi dan depolitisasi dalam kampus. Keberhasilan upaya dengan dukungan penerapan konsep NKK/BKK itu, pada sisi lain mahasiswa dikungkung dunia isolasi hingga tercerabut dari realitas sosial yang melingkupinya. Akibatnya, mahasiswa mengalami kegamangan atas dirinya maupun peran-peran kemasyrakatan yang semestinya diambil. Mahasiswapun tidak lagi memiliki kesadaran kritis dan bahkan sebaliknya bersikap apolitis.
Melihat realitas seperti itu maka perlu ditumbuhkan kesadaran kritis mahassiwa dalam merespon gejala sosial yang dihadapinya, karena di samping belum tersentuh kepentingan praktis, mahasiswa lebih relatif tercerahkan (well informed) dan potensi sebagai kelompok dinamis yang diharapkan mampu mempengaruhi atau menjadi penyuluh pada basis mayarakat baik dalam lingkup kecil maupun secara luas. Dengan tataran ideal seperti itu, semestinya mahasiswa dapat mengambil peran kemasyrakatan yang lebih bermakna bagi kehidupan kampus dan mayarakat.

KE-PMII-AN



Pergerakan mempunyai arti melaakukan perubahan, mahasiswa berarti organisasi ini hanya beranggotakan dari mahasiswa, islam berarti berdasarkan islam, dan Indonesia bearti berdasarkan peraturan yang ada di Indonesia. Maka secara singkat PMII berarti suatu organisasi yang hanya beranggotakan dari mahasiswa dan melakukan perubahan dengan azaz sublimasi nilai keislaman dan ke-Indonesaan.
PMII berlandaskan ASWAJA (ahlussunnah wal jama’ah), aswaja bisa dikatakan sebagai paradigma untuk landasan pijak untuk bergerak.
Sejarah lahirnya PMII sangat rumit oleh system politik di Indonesia, sebenarnya yang menginginkan kelahirannya adalah pemuda IPNU yang merasa membutuhkan suatu wadah organisasi mahasiswa yang berbasis NU, pada tahun 1958 orang-orang IPNU tidak menyetujui lahirnya organisasi baru karena masih satu tahu dari kongres IPNU.
Pada tahun 60-an para mahasiswa mengadakan kongres dikali urang dan menyetujui lahirnya PMII dan menyatakan independent (deklarasi murnajati) pada tgl 14-4-1972
Filsafat dan ideologi pendidikan
Filsafat induk dari segala ilmu dan berasal dari bahasa yunani yaitu philo dan Sophia
Philo berarti berfikir sedang Sophia berarti kebijaksanaan .
Berfikir secara rasional atau cinta akan kebijaksanaan ,
Kebenaran yang ilmiyah adalah kebenaran yang dapat disalahkan dengan kebenaran yang lain.sejarahnya pada zaman dahulu ilmu hanya ada dua yaitu ilmu filsafat dan ilmu psikologi
Ideologi, lalah landasan sedangkan arti dari pendidikan ,kita harus bisa membedakan dengan pengajaran. Usaha sadar orang dewasa untuk mendewasakan anak didik. Berarti filsafat ideologi pendidikan adalah;
 Kesadaran magis
 Kesadaran na’if
 Kesadaran kritis

ASWAJA SEBAGAI MANHAJ AL FIKR

Definisi Aswaja

Dari segi bahasa, Ahlussunnah berarti penganut Sunnah Nabi, sedangkan Ahlul Jama’ah berarti penganut kepercayaan jama’ah para sahabat Nabi. Karena itu, kaum “Ahlussunnah wal Jama’ah” (ahl al-sunnah wa al-jamâ’ah) adalah kaum yang menganut kepercayaan yang dianut oleh Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya. Kepercayaan Nabi dan sahabat-sahabatnya itu telah termaktub dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi secara terpencar-pencar, yang kemudian dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang ulama besar, yaitu Syeikh Abu al-Hasan al-Asy’ari (lahir di Basrah tahun 260 H dan wafat di kota yang sama pada tahun 324 H dalam usia 64 tahun).



Menurut Dr. Jalal Muhammad Musa dalam karyanya Nasy’ah al-Asy’âriyyah wa Tathawwurihâ, istilah Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) mengandung dua konotasi, ‘âmm (umum/global) dan khâshsh (spesifik). Dalam makna ‘âmm, Ahlussunnah wal Jama’ah adalah pembanding Syi’ah, termasuk Mu’tazilah dan kelompok lainnya, sedangkan makna khâshsh-nya adalah kelompok Asy’ariyah (pengikut mazhab Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari) dalam pemikiran kalam.



Dr. Ahmad ‘Abd Allah At-Thayyar dan Dr. Mubarak Hasan Husayn dari Universitas Al-Azhar mengatakan bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang mendapat petunjuk Allah Swt., dan mengikuti sunnah Rasul, serta mengamalkan ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah secara praktik dan menggunakannya sebagai manhaj (jalan pikiran) dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.



Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (QS. al-Hasyr: 7).



Dengan arti seperti di atas, apa yang masuk dalam kelompok Ahlussunnah wal Jama’ah, pertama-tama adalah para sahabat Nabi, para tabi’in dan tabiit-tabi’in, serta semua orang yang mengikuti jalan Nabi Muhammad Saw. sampai hari kiamat kelak.



Al-Ustadz Abu al-Faidl ibn al-Syaikh ‘Abd al-Syakur al-Sanori dalam karyanya kitab al-Kawâkib al-Lammâ’ah fî Tahqîq al-Musammâ bi ahl al-Sunnah wa al-Jamâ’ah’ menyebut Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai kelompok atau golongan yang senantiasa setia mengikuti sunnah Nabi Saw., dan petunjuk para sahabatnya dalam akidah, amaliah fisik (fiqh) dan akhlak batin (tashawwuf). Kelompok itu meliputi ulama kalam (mutakallimûn), ahli fikih (fuqahâ) dan ahli hadits (muhadditsûn) serta ulama tashawuf (shûfiyyah). Jadi, pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah menurut ‘urf khâshsh (adat kebisaaan) adalah kelompok muhadditsin, shufiyah, Asy’ariyah dan Maturidiyah. Pengikut mereka inilah yang kemudian juga dapat disebut Ahlussunnah wal Jama’ah, dan selainnya tidak, dalam konteks ‘urf khâshsh tadi. Adapun menurut pengertian ‘âmm Ahlussunnah wal Jama’ah adalah kelompok atau golongan yang senantiasa setia melaksanakan Sunnah Nabi Saw. dan petunjuk para sahabatnya. Dengan kata lain, substansi Ahlussunnah wal Jama’ah adalah mereka yang memurnikan Sunnah, sedangkan lawannya adalah ahli bid’ah (ahl al-bid’ah).




Ahmad Amin dalam Zhuhr al-Islâm, juga menjelaskan bahwa Sunnah dalam istilah Ahl al-Sunnah berarti hadits. Oleh karena itu, berbeda dengan kaum Mu’tazilah, Ahlussunnah percaya terhadap hadits-hadits sahih, tanpa harus memilih dan menginterpretasikannya. Adapun Jamâ’ah, dalam pandangan al-Mahbubi, adalah umumnya/mayoritas umat Islam (‘âmmah al-muslimîn) serta jumlah besar dan khalayak ramai (al-jamâ’ah al-katsîr wa al-sawâd al-a’zham).



Secara lebih terperinci, al-Baghdadi menegaskan bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah terdiri dari 8 (delapan) kelompok besar, yaitu: mutakallimin, fuqaha, ahli hadis, ahli bahasa, ahli qira’at, sufi atau zahid, mujahid, dan masyarakat awam yang berdiri di bawah panji-panji Ahlussunnah wal Jama’ah.



Menurut Harun Nasution term Ahlussunnah wal Jamaah timbul sebagai reaksi terhadap faham-faham golongan mu’tazilah yang tidak begitu berpegang pada Sunnah atau tradisi karena meragukan keotentikan Sunnah. Selain itu Mu’tazilah bukan paham yang populer dikalangan rakyat biasa yang terbiasa dengan pemikiran yang sederhana. Karena persoalan itu muncullah term Ahlussunnah wal Jama’ah yang berarti golongan yang berpegang teguh pada Sunnah (tradisi) dan merupahan faham mayoritas ummat.



Jika ditelusuri secara teoritis, definisi dari istilah Sunni/Aswaja akan sulit didapatkan secara pasti dan konsensus. Hal ini salah satunya disebabkan karena adanya perbedaan dalam menggunakan istilah sunni secara akademik dan politik. Terlepas dari perbedaan tentang pengertian Sunnah tadi terdapat persamaan bahwa Sunnah adalah kebiasaan Nabi baik berupa praktek ibadah maupaun praktek kehidupan Rasulullah sebagai makhluk sosial yang butuh berinteraksi dengan alam, manusia dan Tuhannya. Dalam perkembangan Islam Sunni dapat dipandang dengan dua perspektif yaitu Sunni sebagai pemikiran aliran dan Sunni sebagai sejarah politik. Pertama, Sunni sebagai pemikiran aliran yakni Sunni dalam dataran akademis tidak dibatasi oleh madzhab seperti pembatasan hanya ada dua imam dalam theologi (Asy’ariyah Dan Al-Maturidiyah), dua imam dalam bidang tasawuf (Al-Ghazali dan Junaidi), dan empat imam fiqh (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali).



Dua definisi ini menggambarkan adanya definisi yang bersifat terminologis (ishthilâhiy) dan definisi yang bersifat substantif. Ini artinya, dalam istilah Ahlussunnah wal Jama’ah ada aspek jawhar atau hakekat dan ada aspek ‘ardl atau formal. Dalam dua aspek ini, apa yang mendasar adalah aspek jawhar-nya, sedangkan aspek ‘ardl-nya dapat mengalami revitalisasi dan pembaruan, karena terkait dengan faktor historis.



Seperti diketahui, istilah Ahlussunnah wal Jama’ah muncul berkaitan dengan hadirnya mazhab-mazhab, sehingga ketika hasil pemikiran mazhab yang bersifat relatif, atau tidak absolut itu mengalami revitalisasi, maka pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah pun harus dikembalikan kepada arti substansinya.



Pengertian substansi Ahlussunnah wal Jama’ah dalam konteks akidah adalah paham yang membendung paham akidah Syi’ah (dalam konteks historis juga paham akidah Mu’tazilah) yang dinilai sebagai kelompok bid’ah, yakni kelompok yang melakukan penyimpangan dalam agama karena lebih mengutamakan akal dari pada naql (Qur’an) dalam merumuskan paham keagamaan Islamnya.



Dengan demikian, pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah secara substantif adalah kelompok yang setia terhadap sunnah, dengan menggunakan manhaj berpikir mendahulukan nashsh daripada akal. Sebagai gerakan, sebelum diinstitusikan dalam bentuk mazhab, kelompok ini melakukan pembaruan paham keagamaan Islam agar sesuai dengan Sunnah atau ajaran murni Islam (purifikasi), sehingga orang Barat menyebut Ahlussunnah wal Jama’ah dengan orthodox sunni school. Di antara kelompok yang berhasil melakukan pembaharuan seperti ini adalah pengikut Imam al-Asy’ari (Asy’ariyah).


Dua Konsep Sunni Yang Patut Menjadi Referensi Pergerakan

a. Konsep Maslahat


Pemikiran sunni yang pada awalnya adalah respon terhadap kondisi umat islam yang chaos memang cenderung konservatif, dekat dengan penguasa dan terkesan tidak memberikan ruang yang lebih luas kepada rakyat untuk menyalurkan kepentingannya. Pemikiran Sunni seperti Ibnu Taimiyah, Al-Ghazali dan Al- Mawardi cenderung memberikan celah bagi terbentuknya kekuasaan yang otoriter. Ada beberapa pemikiran dasar Sunni yang sebenarnya menjadi embrio politik ekonomi yang memihak pada kepentingan rakyat diantaranya adalah konsep amanah, adil dan maslahat. Pertama, konsep maslahat. Bagi pemikir Sunni salah satu tujuan sebuah kekuasaan menurut pemikir Sunni adalah untuk mensejahtarakan rakyat. Dalam hal ini ada sebuah kaidah yang mengatakan stasharruful imam ‘ala al-ra’iyah manuthun bil maslahah (semua kebijakan pemimpin harus didasari pertimbangan kemaslahatan umat). Kaitannya dengan upaya membangun Visi kerakyatan fiqih, konsep maslahat setidaknya memberikan tiga kontribusi : pertama, menjaga keberpihakan pada kepentingan umum. Kedua, mengontrol kelompok yang mempunyai otoritas politik, ekonomi maupun intelektual dalam membuat kebijakan publik agar tidak didominasi oleh kepentingan individu atau golongan. Ketiga, menyelaraskan kepentingan syari’at dengan kepentingan manusia sebagai makhluk yang mempunyai kebutuhan dunia.


b. Konsep Amanah


Terkait dengan konsep amanah ada dua pemikiran Sunni yang pemikirannya telah populer pada saat ini, Imam Ghazali, Ibnu Taimiyah dan al- Mawardi. Mereka sepakat bahwa terbentuknya sebuah negara selain untuk menjamin terpeliharanya syariat dalam kehidupan manusia juga untuk menciptakan kemaslahatan kehidupan dunia manusia. Pendapat kedua pemikiran tadi memang tidak seekstrim teori kontrak sosial dalam kamus politik konvensional meskipun demikian konsep amanah yang ditawarkan Ibnu Taimiyah dan Al-Ghazali tadi merupakan modal untuk membangun konstruksi fiqih dengan visi kerakyatan yang kuat.


Perkembangan Konsep Aswaja Di PMII


Dalam alur besar pemikiran Ahlussunnah Wal Jama’ah ada dua pemahaman yang selama ini sering diperdebatkan. Yang pertama Aswaja dipahami sebagai sebuah madzhab yang sudah baku dan transeden. Misalnya dalam fiqh disandarkan pada empat imam yaitu imam Syafi’i, Hanafi, Hambali, dan Maliki, dua imam teologi Maturidi dan Imam Asy’ari dan dua imam tasawuf yaitu Imam Al- Junaidi dan Imam Ghazali.


Konsep yang kedua memandang Aswaja sebagai metodologi berfikir (manhaj). Konsep Aswaja sebgai manhaj fikr lebih adaptif, eklektik dan mengakui pemikiran yang filosofis dan sosiologis. Pemahaman Aswaja tersebut dipopulerkan para kiai muda seperti Abdurrahman Wahid, Said Aqil Siraj dan tokoh-tokoh muda lainnya. Dalam sejarah PMII, kata independen bisa disebut kata suci. Bagi organisasi kemahasiswaan ini, perdebatan tentang independensi organisasi mempunyai sejarah paling panjang dan tidak habis-habisnya melahirkan kontroversi. Karena persoalan independensi itulah, melalui Mubes di Murnajati (Jatim) 14 juli 1971 PMII menyatakan diri putus hubungan dengan NU (organisasi yang pada awalnya menjadi induk PMII) secara struktural (baca deklarasi Murnajati). Meskipun demikian dilihat dari pola pikirnya dan landasan teologinya, ada kesamaan antara PMII dan NU, keduanya mencoba menjadi pengawal gerbang ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah. Hanya hanya saja PMII lebih mengembangkan Aswaja sebagai Ideologi elektik dan adaptif demi terwujudnya Islam rahmatan lil ‘alamin. Sebagaian besar kader PMII yang lahir dari kalangan pesantren masih memegang hirarki yudisial dalam sistem bermadzhab meskipun terkesan liberal dalam berfikir. Meskipun demikian penggunaan metodologi keilmuan seperti filsafat, sosiologi, linguistik, tidak bisa dipungkiri sangat dibutuhkan untuk menterjemahkan sumber hukum tersebut dalam konteks kekinian. Dengan pola pikir seperti itu, tokoh seperti KH. Said Aqiel, Gus Dur dan juga Ulil Abshar sering menjadi referensi bagi kader-kader PMII. Dalam perkembangan pemikiran selanjutnya, dalam konteks sosial keagamaan Aswaja diterjemahkan sebagai manhaj yang mengakui proses dialektika sejarah pemikiran dan pergerakan. Konsepsi Aswaja yang mengakui pemikiran yang filosofis yang sosiologis. Hal tersebut tentunya tidak lepas dari hasil perjuangan para kyai muda seperti Said Aqiel Siraj. Ia menawarkan definisi baru mengenai Aswaja sebagai manhaj. Secara sempurna definisi Aswaja menurutnya adalah; “ Manhaj Al-fikr Al-Diny al Syiml ‘Ala Syu’un Al Hayat wa Mu’tadlayatiha Al Khaim Ala Asas Al Tawasuh Wal Tawazzun Wal Al i’tidal Wa Al Tasamuh (metode berfikir keagamaan yang mencakup segala aspek kehidupan dan berdiri di atas prinsip keseimbangan, balancing, jalan tengah dan netral dalam aqidah penengah dalam permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan serta keadilan dan toleransi dalam politik). Dari paparan diatas sekiranya dapat diambil kesimpulan bahwa, PMII lebih condong untuk memakai Aswaja sebagai Manhaj Al-Fikr dari pada sebagai madzhab. Said Aqil Siraj mengatakan bahwa aswaja akan menjadi paradoks ketika Aswaja hanya dipahami sebagai madzhab. Karena hal ini bertentangan dengan fakta sejarah kelahiran Aswaja itu sendiri. Aswaja adalah paham inklusif bagi seluruh umat islam. Bukan milik organisasi atau institusi tertentu

Rabu, 19 Januari 2011

18 Kebohongan Pemerintah

Inilah 18 kebohongan Pemerintah yang akhir-akhir ini mencuat di media massa. Ke 18 kebohongan Pemerintah ini dikeluarkan oleh aktivis yang tergabung dari berbagai LSM yang bersuara mengkritik jalannya pemerintahan Presiden SBY pada priode kedua kepemimpinannya.

Adalah ke 18 Kebohongan Pemerintah ini terdiri dari 9 kebohongan lama, dan 9 kebohongan yang baru:

Adapun 9 Kebohongan Lama tersebut terdiri dari:

1. angka kemiskinan yang semakin meningkat,
2. kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi,
3. ketahanan pangan dan energi yang gagal total,
4. anggaran pendidikan yang terus menurun,
5. pemberantasan teroris yang belu maksimal,
6. penegakan HAM yang tidak ada tindak lanjut hukumnya.
7. kasus Lapindo yang penyelesaiannya belum jelas,
8. kasus Newmont yang nyatanya terus saja membuang limbah tailing ke Laut Teluk Senunu, NTB sebanyak 120 ribu ton
9. terakhir freeport sampai tahun 2011 ini,
"tidak terlihat upaya signifikan untuk melakukan renegosiasi kontrak," kata aktivis lainnya Denny Furqon.

Sementara 9 kebohongan pemerintah yang baru yang dicatat oleh para aktivis yang tergabung dari berbagai LSM itu antara lain:

1. tidak transparansi dalam menjalankan pemerintahan.
"Untuk transparansi pemerintahan kita mencatat SBY mengatakan dia menerima surat tertanggal 25 April dari Zoelick dan meminta Sri Mulyani bekerja di Bank Dunia pada 30 April. Nyatanya, yang terjadi beberapa pejabat di Kementerian Keuangan menyatakan bahwa Sri Mulyani sesungguhnya dipaksa mengundurkan diri dan ditawarkan pekerjaan di Bank Dunia sebagai jalan keluar yang tidak mempermalukannya," beber aktivis Stevanus Gusma.

2. kebebasan beragama dan persatuan bangsa seperti yang dicanangkan SBY hanya angin lalu. Tak hanya kebebasan beragama, kebebasan pers juga hanya impian insan pers. "Untuk kebebasan beragama sepanjang tahun 2010 ini saja terjadi 33 kali penyerangan fisik atas nama agama."

3. Dan untuk kebebasan pers LBH Pers mencatat untuh tahun 2010 ini, ada 66 kasus fisik dan non fisik yang terjadi pada insan pers. Untuk yang tewas tercata 4 kasus," jelas Riza Damanik.

4. kasus pelecahan dan kekerasan terhadap para TKI di luar negeri nyatanya tidak pernah menghasilkan solusi yang baik dikalangan pemerintah. Tak hanya nasib TKI di dibiarkan terkatung-katung,

5.pemerintah Indonesia juga tidak bisa berbuat banyak saat Kedaulatan NKRI terkait penangkapan 3 petugas KKP beberapa waktu lalu oleh polisi Malaysia.

6. Yang paling menyedihkan, 3 dari 9 kebohongan rezim SBY menyangkut penegakan hukum di Indonesia. Slogan siap memberantas korupsi hanya terlaksana 24 persen sepanjang tahun 2010.

7. "Kasus rekening gendut perwira Polri pemiliknya masih misteri, bahkan mantan Kapolri Bambang Hendarso Danuri mengatakan kasus ini sudah ditutup, sampai 2010 juli kami mencatat ada 122 saksi/pelapor

8. anti korupsi yang mendapat intimidasi dan kekerasan, juga dikriminalisasi.

9. Yang terakhir terkuaknya kasus plesiran tahanan Gayus Tambunan," ungkap aktivis ICW Tama S Langkun.

Udud bae aja leren!!!


KOMPAS.com — Rasanya hampir semua orang tahu rokok merupakan pemicu utama kanker paru. Namun, tidak banyak orang menyadari bahwa zat-zat kimia dalam rokok akan langsung membentuk senyawa kanker dalam hitungan menit setelah diisap, bukan satu bulan atau bertahun-tahun setelah seseorang mencandu rokok.
Para ilmuwan yang hasil studinya dilaporkan dalam Chemical Research in Toxicology mengatakan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH), zat kimia dalam rokok ketika terisap, akan langsung diubah menjadi zat kimia yang merusak DNA dan bersifat karsinogenik (pencetus kanker). Prosesnya pun berlangsung singkat, antara 15-30 menit setelah diisap.
Penelitian dilakukan dengan mengukur kadar PAH pada 12 pasien setelah mereka merokok. Riset yang dilakukan oleh tim dari University of Minnesota ini merupakan yang pertama kali melihat pengaruh PAH dalam metabolisme tubuh terutama setelah rokok diisap. Penelitian ini juga tidak melihat faktor lain, seperti polusi udara atau pola makan.
"Yang mengejutkan dari riset ini adalah seberapa cepat proses terjadinya kanker ini. Bukan dalam 30 tahun tapi dalam 30 menit setelah rokok diisap," kata Martin Dockrell, direktur kebijakan dan penelitian Action on Smoking and Health.
Meski proses kerusakan yang ditimbulkan oleh rokok ini berlangsung cepat, tidak ada kata terlambat untuk berhenti. "Makin cepat Anda berhenti, makin cepat pula efek kerusakannya ditekan," katanya.

PMII Dimata Orang Lain

PMII dan Redaksi hidayatullah.com Berdamai


Jakarta (GP Anasor Online): Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) dan redaksi laman hidayatullah.com akhirnya berdamai setelah sebelumnya terlibat ketegangan akibat pemberitaan berjudul “Dari PMII Menuju Yahudi” yang dirilis laman berita itu pada 6 Januari 2011.
Dalam siaran persnya yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa malam, Redaktur Pelaksana hidayatullah.com Cholis Akbar menyatakan telah bertemu dan membuat kesepakatan damai dengan Ketua PB PMII Bidang Media dan Opini Publik Mohammad Khusen Yusuf di Surabaya, Selasa pagi.
Dalam pertemuan yang disebutkan berlangsung hangat dan santai itu disepakati hidayatullah.com sebagai pihak pertama mencabut beritanya, meminta maaf dan membuat berita klarifikasi di media massa.
Selanjutnya, PB PMII sebagai pihak kedua menganggap persoalan terkait pemberitaan tersebut dianggap selesai dan berharap tak terjadi kasus serupa di kemudian hari.
“Sebagai bentuk iktikad baik, kami telah mencabut berita yang dipermasalahkan sehari setelah surat yang dikirim PB PMII,” kata Cholis.
Selain itu, lanjut Cholis, pihaknya juga telah memberitakan permintaan maaf atas nama redaksi yang telah dimuat dalam hidayatullah.com.
Menurut Cholis, kesepakatan ini dilakukan guna menjaga hubungan silaturrahmi dan ukhuwah islamiyyah antara kedua belah pihak.
Sementara itu, Khusen berharap agar kasus serupa tidak terulang lagi di masa depan.
“Mudah-mudahan kasus seperti ini tidak terulang lagi di masa depan,” kata mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Indonesia tersebut.
Khusen menambahkan, PMII adalah organisasi kepemudahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai ukhuwah islamiyah, ukhuwah basyariyah dan ukhuwah wathaniyah.
Karenanya dengan pertemuan itu diharapkan tak ada lagi pemberitaan yang berpotensi menggiring opini dan pencitraan pada PMII.
Sebelumnya PB PMII akan mengadukan hidayatullah.com kepada Dewan Pers karena menilai berita laman itu berpotensi merusak citra PMII, Nahdlatul Ulama (NU), dan Gus Dur. (antara)

Senin, 17 Januari 2011

NILAI DASAR PERGERAKAN


NILAI DASAR PERGERAKAN (NDP)
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA

MUKADDIMAH

Berkat rahmat dan hidayah Allah SWT, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia berusaha menggali sumber nilai dan potensi insan warga pergerakan untuk dimodifikasi di dalam tatanan nilai baku yang kemudian menjadi citra diri yang diberi nama Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII. Hal ini dibutuhkan di dalam memberikan kerangka, arti dan motivasi dan wawasan pergerakan dan sekaligus memberikan dasar pembenar terhadap apa saja yang akan dan mesti dilakukan untuk mencapai cita-cita perjuangan sesuai dengan maksud didirikannya organisasi ini.

Insaf dan sadar bahwa semua itu adalah kejarusan bagi setiap fungsionaris maupun anggota PMII untuk memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII itu, baik secara orang perorang maupun bersama-sama.

BAB I
ARTI, FUNGSI, DAN KEDUDUKAN

1. Arti :
Secara esensial Nilai Dasar Pergerakan ini adalah suatu sublimasi nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan dengan kerangka pemahaman keagamaan Ahlussunnah wal jama’ah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah dan mendorong serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar mutlak, Islam mendasari dan menginspirasi Nilai Dasar Pergerakan ini meliputi cakupan aqidah, syari’ah dan akhlak dalam upaya kita memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Dalam upaya memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan Ahlussunnah wal jama’ah sebagai pemahaman keagamaan yang paling benar.

2. Fungsi :

1. Landasan berpijak:
Bahwa NDP menjadi landasan setiap gerak langkah dan kebijakan yang harus dilakukan.
2. Landasan berpikir :
Bahwa NDP menjadi landasan pendapat yang dikemukakan terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi.
3. Sumber motivasi :
Bahwa NDP menjadi pendorong kepada anggota untuk berbuat dan bergerak sesuai dengan nilai yang terkandung di dalamnya.

3. Kedudukan :

1. Rumusan nilai-nilai yang seharusnya dimuat dan menjadi aspek ideal dalam berbagai aturan dan kegiatan PMII.
2. Landasan dan dasar pembenar dalam berpikir, bersikap, dan berprilaku.



BAB II
RUMUSAN NILAI DASAR PERGERAKAN


1. TAUHID :
Meng-Esakan Allah SWT, merupakan nilai paling asasi yang dalam sejarah agama samawi telah terkandung sejak awal keberadaan manusia.

Allah adalah Esa dalam segala totalitas, dzat, sifat-sifat, dan perbutan-perbuatan-Nya. Allah adalah dzat yang fungsional. Allah menciptakan, memberi petunjuk, memerintah, dan memelihara alam semesta ini. Allah juga menanamkan pengetahuan, membimbing dan menolong manusia. Allah Maha Mengetahui, Maha Menolong, Maha Bijaksana, Hakim, Maha Adil, dan Maha Tunggal. Allah Maha Mendahului dan Maha Menerima segala bentuk pujaan dan penghambaan.

Keyakina seperti itu merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi dari pada alam semesta, serta merupakan kesadaran dan keyakinan kepada yang ghaib. Oleh karena itu, tauhid merupakan titik puncak, melandasi, memadu, dan menjadi sasaran keimanan yang mencakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan, dan perwujudan dalam perbuatan. Maka konsekuensinya Pergerakan harus mampu melarutkan nilai-nilai Tauhid dalam berbagai kehidupan serta terkomunikasikan dan merambah ke sekelilingnya. Dalam memahami dan mewujudkan itu, Pergerakan telah memiliki Ahlussunnah wal jama'ah sebagai metode pemahaman dan penghayatan keyakinan itu.

2. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH.
Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Dia menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baik kejadian dan menganugerahkan kedudukan terhormat kepada manusia di hadapan ciptaan-Nya yang lain.

Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya fikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerankan fungsi sebagai khalifah dan hamba Allah. Dalam kehidupan sebagai khalifah, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah ditawarkan kepada makhluk-Nya. Sebagai hamba Allah, manusia harus melaksanakan ketentuan-ketentauan-Nya. Untuk itu, manusia dilengkapi dengan kesadaran moral yang selalu harus dirawat, jika manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah.

Dengan demikian, dalam kehidupan manusia sebagai ciptaan Allah, terdapat dua pola hubungan manusia dengan Allah, yaitu pola yang didasarkan pada kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dan sebagai hamba Allah. Kedua pola ini dijalani secara seimbang, lurus dan teguh, dengan tidak menjalani yang satu sambil mengabaikan yang lain. Sebab memilih salah satu pola saja akan membawa manusia kepada kedudukan dan fungsi kemanusiaan yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan dapat mengejawentahkan prinsip tauhid secara maksimal.

Pola hubungan dengan Allah juga harus dijalani dengan ikhlas, artinya pola ini dijalani dengan mengharapkan keridloan Allah. Sehingga pusat perhatian dalam menjalani dua pola ini adalah ikhtiar yang sungguh-sungguh. Sedangkan hasil optimal sepenuhnya kehendak Allah. Dengan demikian, berarti diberikan penekanan menjadi insan yang mengembangkan dua pola hubungan dengan Allah. Dengan menyadari arti niat dan ikhtiar, sehingga muncul manusia-manusia yang berkesadaran tinggi, kreatif dan dinamik dalam berhubungan dengan Allah, namun tetap taqwa dan tidak pongah Kepada Allah.

Dengan karunia akal, manusia berfikir, merenungkan dan berfikir tentang ke-Maha-anNya, yakni ke-Mahaan yang tidak tertandingi oleh siapapun. Akan tetapi manusia yang dilengkapi dengan potensi-potensi positif memungkinkan dirinyas untuk menirukan fungsi ke-Maha-anNya itu, sebab dalam diri manusia terdapat fitrah uluhiyah - fitrah suci yang selalu memproyeksikan tentang kebaikan dan keindahan, sehingga tidak mustahil ketika manusia melakukan sujud dan dzikir kepadaNya, Manusia berarti tengah menjalankan fungsi Al Quddus. Ketika manusia berbelas kasih dan berbuat baik kepada tetangga dan sesamanya, maka ia telah memerankan fungsi Arrahman dan Arrahim. Ketika manusia bekerja dengan kesungguhan dan ketabahan untuk mendapatkan rizki, maka manusia telah menjalankan fungsi Al Ghoniyyu. Demikian pula dengan peran ke-Maha- an Allah yang lain, Assalam, Al Mukmin, dan lain sebagainya. Atau pendek kata, manusia dengan anugrah akal dan seperangkat potensi yang dimilikinya yang dikerjakan dengan niat yang sungguh-sungguh, akan memungkinkan manusia menggapai dan memerankan fungsi-fungsi Asma'ul Husna.

Di dalam melakukan pekerjaannya itu, manusia diberi kemerdekaan untuk memilih dan menentukan dengan cara yang paling disukai. 14) Dari semua pola tingkah lakunya manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai yang diupayakan, karenanya manusia dituntut untuk selalu memfungsikan secara maksimal kemerdekaan yang dimilikinya, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama dalam konteks kehidupan di tengah-tengah alam dan kerumunan masyarakat, sebab perubahan dan perkembangan hanyalah milikNya, oleh dan dari manusia itu sendiri.15)

Sekalipun di dalam diri manusia dikaruniai kemerdekaan sebagai esensi kemanusiaan untuk menentukan dirinya, namun kemerdekaan itu selalu dipagari oleh keterbatasan-keterbatasan, sebab perputaran itu semata-mata tetap dikendalaikan oleh kepastian-kepastian yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana,yang semua alam ciptaanNya ini selalu tunduk pada sunnahNya, pada keharusan universal atau takdir. 16 ) Jadi manusia bebas berbuat dan berusaha ( ikhtiar ) untuk menentukan nasibnya sendiri, apakah dia menjadi mukmin atau kafir, pandai atau bodoh, kaya atau miskin, manusia harus berlomba-lomba mencari kebaikan, tidak terlalu cepat puas dengan hasil karyanya. Tetapi harus sadar pula dengan keterbatasan- keterbatasannya, karena semua itu terjadi sesuai sunnatullah, hukum alam dan sebab akibat yang selamanya tidak berubah, maka segala upaya harus diserrtai dengan tawakkal. Dari sini dapat dipahami bahwa manusia dalam hidup dan kehidupannya harus selalu dinamis, penuh dengan gerak dan semangat untuk berprestasi secara tidak fatalistis. Dan apabila usaha itu belum berhasil, maka harus ditanggapi dengan lapang dada, qona'ah (menerima) karena disitulah sunnatullah berlaku. Karenanya setiap usaha yang dilakukan harus disertai dengan sikap tawakkal kepadaNya. 17 )

3. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN MANUSIA
Kenyataan bahwa Allah meniupkan ruhNya kepada materi dasar manusia menunjukan , bahwa manusia berkedudukaan mulia diantara ciptaan-ciptaan Allah.

Memahami ketinggian eksistensi dan potensi yang dimiliki manusia, anak manusia mempunyai kedudukan yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Sebagai warga dunia manusia adalah satu dan sebagai warga negara manusia adalah sebangsa , sebagai mukmin manusia adalah bersaudara. 18)

Tidak ada kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya , kecuali karena ketakwaannya. Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, ada yang menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya , tetapi ada pula yang terlalu menonjol potensi kelemahannya, agar antara satu dengan yang lainnya saling mengenal, selalu memadu kelebihan masing-masing untuk saling kait mengkait atau setidaknya manusia harus berlomba dalam mencari dan mencapai kebaikan, oleh karena itu manusia dituntut untuk saling menghormati, bekerjasama, tolong menolong, menasehati, dan saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama.

Manusia telah dan harus selalu mengembangkan tanggapannya terhadap kehidupan. Tanggapan tersebut pada umumnya merupakan usaha mengembangkan kehidupan berupa hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Dengan demikian maka hasil itu merupakan budaya manusia, yang sebagian dilestarikan sebagai tradisi, dan sebagian diubah. Pelestarian dan perubahan selalu mewarnai kehidupan manusia. Inipun dilakukan dengan selalu memuat nilai-nilai yang telah disebut di bagian awal, sehingga budaya yang bersesuaian bahkan yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai tersebut dilestarikan, sedang budaya yang tidak bersesuaian diperbaharui.

Kerangka bersikap tersebut mengisyaratkan bergerak secara dinamik dan kreatif dalam kehidupan manusia. Manusia dituntut untuk memanfaatkan potensinya yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT. Melalui pemanfaatan potensi diri itu justru manusia menyadari asal mulanya, kejadian, dan makna kehadirannya di dunia.

Dengan demikian pengembangan berbagai aspek budaya dan tradisi dalam kehidupan manusia dilaksanakan sesuai dengan nilai dalam hubungan dengan Allah, manusia dan alam selaras dengan perekembangan kehidupandan mengingat perkembangan suasana. Memang manusia harus berusaha menegakan iman, taqwa dan amal shaleh guna mewujudkan kehidupan yang baik dan penuh rahmat di dunia. Di dalam kehidupan itu sesama manusia saling menghormati harkat dan martabat masing-masing , berderajat, berlaku adil dan mengusahakan kebahagiaan bersama. Untuk diperlukan kerjasama yang harus didahului dengan sikap keterbukaan, komunikasi dan dialog antar sesama. Semua usaha dan perjuangan ini harus terus -menerus dilakukan sepanjang sejarah.

Melalui pandangan seperti ini pula kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara dikembangkan. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan kerelaan dan kesepakatan untuk bekerja sama serta berdampingan setara dan saling pengertian. Bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita bersama : hidup dalam kemajuan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Tolok ukur bernegara adalah keadilan, persamaan hukum dan perintah serta adanya permusyawaratan.

Sedangkan hubungan antara muslim dan non muslim dilakukan guna membina kehidupan manusia dengan tanpa mengorbankan keyakinan terhadap universalitas dan kebenaran Islam sebagai ajaran kehidupan paripurna. Dengan tetap berpegang pada keyakinan ini, dibina hubungan dan kerja sama secara damai dalam mencapai cita-cita kehidupan bersama ummat manusia.

Nilai -nilai yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia tercakup dalam persaudaraan antar insan pergerakan , persaudaraan sesama Islam , persaudaraan sesama warga bangsa dan persaudaraan sesama ummat manusia . Perilaku persaudaraan ini , harus menempatkan insan pergerakan pada posisi yang dapat memberikan kemanfaatan maksimal untuk diri dan lingkungan persaudaraan.

4. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM
Alam semesta adalah ciptaan Allah SWT. 19) Dia menentukan ukuran dan hukum-hukumnya.20) Alam juga menunjukan tanda-tanda keberadaan, sifat dan perbuatan Allah. 21) Berarti juga nilai tauhid melingkupi nilai hubungan manusia dengan alam .

Sebagai ciptaan Allah, alam berkedudukan sederajat dengan manusia. Namun Allah menundukan alam bagi manusia , 22) dan bukan sebaliknya . Jika sebaliknya yang terjadi, maka manusia akan terjebak dalam penghambaan terhadap alam , bukan penghambaan terhadap Allah. Karena itu sesungguhnya berkedudukan sebagai khalifah di bumi untuk menjadikan bumi maupun alam sebagai obyek dan wahana dalam bertauhid dan menegaskan dirinya. 23)

Perlakuan manusia terhadap alam tersebut dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan di dunia dan diarahkan kepada kebaikan di akhirat, 24) di sini berlaku upaya berkelanjutan untuk mentransendensikan segala aspek kehidupan manusia. 25) Sebab akhirat adalah masa masa depan eskatologis yang tak terelakan . 26) Kehidupan akhirat akan dicapai dengan sukses kalau kehidupan manusia benar-benar fungsional dan beramal shaleh. 27)

Kearah semua itulah hubungan manusia dengan alam ditujukan . Dengan sendirinya cara-cara memanfaatkan alam , memakmurkan bumi dan menyelenggarakan kehidupan pada umumnya juga harus bersesuaian dengan tujuan yang terdapat dalam hubungan antara manusia dengan alam tersebut. Cara-cara tersebut dilakukan untuk mencukupi kebutuhan dasar dalam kehidupan bersama. Melalui pandangan ini haruslah dijamin kebutuhan manusia terhadap pekerjaan ,nafkah dan masa depan. Maka jelaslah hubungan manusia dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk kemakmuran bersama. Hidup bersama antar manusia berarti hidup dalam kerja sama , tolong menolong dan tenggang rasa.

Salah satu hasil penting dari cipta, rasa, dan karsa manusia yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Manusia menciptakan itu untuk memudahkan dalam rangka memanfaatkan alam dan kemakmuran bumi atau memudahkan hubungan antar manusia . Dalam memanfaatkan alam diperlukan iptek, karena alam memiliki ukuran, aturan, dan hukum tertentu; karena alam ciptaan Allah bukanlah sepenuhnya siap pakai, melainkan memerlukan pemahaman terhadap alam dan ikhtiar untuk mendayagunakannya.

Namun pada dasarnya ilmu pengetahuan bersumber dari Allah. Penguasaan dan pengembangannya disandarkan pada pemahaman terhadap ayat-ayat Allah. Ayat-ayat tersebut berupa wahyu dan seluruh ciptaanNya. Untuk memahami dan mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah itulah manusia mengerahkan kesadaran moral, potensi kreatif berupa akal dan aktifitas intelektualnya. Di sini lalu diperlukan penalaran yang tinggi dan ijtihad yang utuh dan sistimatis terhadap ayat-ayat Allah, mengembangkan pemahaman tersebut menjadi iptek, menciptakan kebaruan iptek dalam koteks ke,manusiaan, maupun menentukan simpul-simpul penyelesaian terhadap masalah-masalah yang ditimbulkannya. Iptek merupakan perwujudan fisik dari ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia, terutama digunakan untuk memudahkan kehidupan praktis.

Penciptaan, pengembangan dan penguasaan atas iptek merupakan keniscayaan yang sulit dihindari. Jika manusia menginginkan kemudahan hidup, untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama bukan sebaliknya. Usaha untuk memanfaatkan iptek tersebut menuntut pengembangan semangat kebenaran, keadilan , kmanusiaan dan kedamaian. Semua hal tersebut dilaksanakan sepanjang hayat, seiring perjalanan hidup manusia dan keluasan iptek. Sehingga, berbarengan dengan keteguhan iman-tauhid, manusia dapat menempatkan diri pada derajat yang tinggi



BAB III
PENUTUP

Itulah Nilai Dasar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang dipergunakan sebagai landasan teologis normatif, etis dan motivatif dalam pola pikir, pola sikap dan pola perilaku warga PMII, baik secara perorangan maupun bersama-sama dan kelembagaan. Rumusan tersebut harus selalu dikaji dan dipahami secara mendalam, dihayati secara utuh dan terpadu, dipegang secara teguh dan dilaksanakan secara bijaksana.

Dengan Nilai Dasar Pergerakan tersebut dituju pribadi muslim yang berbudi luhur , berilmu, bertaqwa, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya, yaitu sosok ulul albab Indonesia yang sadar akan kedudukan dan peranannya sebagai khalifah Allah di bumi dalam jaman yang selalu berubah dan berkembang , beradab, manusiwi, adil penuh rahmat dan berketuhanan.

Sejarah PMII

Detail Proses Kelahiran PMII
Penulis: Fauzan Alfas
editor : Khoirun Abror

Seperti telah disebutkan pada artikel sebelumnya bahwa pada puncak konferensi besar IPNU pada tanggal 14 - 17 Maret 1960 di Kaliurang Yogyakarta dicetuskan suatu keputusan perlunya didirikan suatu organisasi mahasiswa yang terlepas dari IPNU baik secara struktur organisatoris maupun administratif. Kemudian dibentuklah panitia sponsor pendiri organisasi mahasiswa yang terdiri dari 13 orang dengan tugas melaksanakan musyawarah mahasiswa nahdliyin se-Indonesia, bertempat di Surabaya dengan limit waktu satu bulan setelah keputusan itu.
Adapun ke 13 sponsor pendiri organisasi mahasiswa itu adalah sebagai berikut:
1.Sahabat Cholid Maward
2.Sahabat Said Budairy (Jakarta)
3.Sahabat M. Makmun Syukri BA (Bandung)
4.Sahabat Hilman (Bandung
5.Sahabat H. Isma’il Makky (Yogyakarta)
6.Sahabat Munsif Nahrawi (Yogyakarta)
7.Sahabat Nuril Huda Suaidy HA (Surakarta)
8.Sahabat Laily Mansur (Surakarta)
9.Sahabat Abd. Wahab Jailani (Semarang)
10.Sahabat Hisbullah Huda (Surabaya)
11.Sahabat M. Cholid Narbuko (Malang)
12.Sahabat Ahmad Husain (Makasar)
Seperti diuraikan oleh sahabat Chotbul Umam (mantan Rektor PTIQ Jakarta), sebelum malaksanakan musyawarah mahasiswa nahdliyin, terlebih dahulu 3 dari 13 orang sponsor pendiri itu - terdiri dari :
1.Sahabat Hisbullah Huda (Surabaya)
2.Sahabat M. Said Budaury (Jakarta)
3.Sahabat Makmun Syukri BA (Bandung)
Pada tanggal 19 Maret 1960 mereka berangkat ke Jakarta menghadap ketua Umum partai NU yaitu KH. DR. Idham Khalid untu meminta nasehat sebagai pegangan pokok dalam musyawarah yang akan dilaksanakan. Dan pada tanggal 24 Maret 1960 mereka diterima oleh ketua partai NU, dalam pertemuan tersebut selain memberikan nasehat sebagai landasan pokok untuk musyawarah, beliau juga menekankan hendaknya oraganisasi yang akan dibentuk itu benar-benar dapat diandalkan sebagai kader partai NU, dan menjadi mahasiswa yang berprinsip ilmu untuk diamalkan bagi kepentingan rakyat, bukan ilmu untuk ilmu. Yang lebih penting lagi yaitu menjadi manusia yang cakap serta bertaqwa kepada Allah SWT. Setelah beliau menyatakan “merestui musyawarah mahasiswa nahdliyin yang akan diadakan di Surabayaitu” ).

Pesan yang disampaikan oleh ketua partai NU tersebut, terasa sekali suasana kepercayaan NU pada organisasi mahasiswa yang akan dibentuk ini. Bagaimana dengan organisasi yang lain ?, keadaan yang demikian ini nampaknya dapat kita maklumi.

Keadaan waktu itu (1960-an) memang sangat kondusif bagi organisasi mahasiswa untuk bersikap politis bahkan partai minded. Meningkatnya jumlah ormas-ormas mahasiswa disertai oleh meningkatnya peran mereka secara kualitas dan terbukanya kesempatan untuk mobilitas sosial dibidang politik ). Hal ini senada yang disampaikan oleh Rocamora (dikutip oleh Burhan D. Magenda dalam Prisma nomor 12 Desember 1977) tentang keterkaitan/hubungan antara organisasi mahasiswa dan partai politik. Rocamora menunjukkan bagaimana pimpinan organisasi mahasiswa berafiliasi dengan partai politik waktu itu. Proses regenerasi ini berjalan secara damai dan sesuai dengan prinsip-prinsip organisasi. Gejala seperti itu juga terlihat hampir pada semua organisasi mahasiswa, termasuk di dalamnya PMII yang baru dibentuk ).

Kalau PMII juga aktif dibidang politik, seperti ang disampaikan oleh Abd, Rohim Hasan di depan forum Kongres PMII ke IV di Makasar pada tahun 1970 “mengapa PMII mesti berpolitik ? bukankah itu akan mengganggu tugas utamanya, belajar dan belajar ?, bukankah persoalan poltik itu nanti setelah lulus dan terjun ditengah masyarakat ?, Ruang kuliah adalah preparasi untuk pekerjaan politik. Gerakan-gerakan kita adalah sekaligus gerakan belajar dan gerakan politik).
Lebih lanjut ia mengatakan “Mengapa PMII mesti berpolitik baik secara praktis maupun konsepsional, belajar dan berpolitik bukanlah suatu hal yang tabu, tetapi justru prinsip berpolitik itu adalah bersamaan dengan keberadaan PMII itu sendiri. Hal ini ditegaskan dalam dokumen historis PMII - Gelora Megamendung - Pokok-pokok pikiran training course II PMII pada tanggal 17 - 27 April 1965 di Megamendung Bogor Jawa Barat - yang menolak dengan tegas prisnsip ilmu untuk ilmu. PMII dengan tegas menetapkan bahwa ilmu harus diamalkan, dalam arti untuk kepentingan agama, bangsa dan negara. Bagi PMII organisasi tak lebih sebagai alat perjuangan, sedang berpolitik tak lain untuk mengamalkan ilmu pengetahuan dalam perjuangan mengabdikan diri pada agama, bangsa dan negara. Tugas setiap warga PMIIadalah memadukan ketinggian ilmu dan kesadaran berpolitik. Berpolitik bagi PMII (waktu itu) dan terjun dalam kegiatan partai dalam bentuk apapun).

Awal mula berdirinya PMII nampaknya lebih dimaksudkan sebagai alat untuk memperkuat partai NU. Hal ini terlihat jelas dalam aktivitas PMII antara tahun 1960 - 1972 (sebelum PMII menyatakan diri independen) sebagian besar program-programnya berorientasi politis. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi :

Pertama, adanya anggapan bahwa PMII dilahirkan untuk pertama kali sebagai kader muda partai NU, sehingga gerakan dan aktivitasnya selalu diorientasikan untuk menunjang gerak dan langkah partai NU.

Kedua, suasana kehidupan berbangsa dan bernegara pada waktu itu sangat kondusif untuk gerakan-gerakan politk, sehingga politik sebagai panglima betul-betul menjadi policy pemerintah orde lama. Dan PMII sebagai bagian dari komponen bangsa mau tidak mau harus berperan aktif dalam konstalasi politik seperti itu ).

Lebih jauh Sahabat H. Mahbub Junaidi mengatakan (sambutan pada acara pancawarsa hari lahir PMII) “Mereka bilang mahasiswa yang baik adalah mahasiswa non partai, bahkan non politis, yang berdiri diatas semua golongan, tidak kesana, tidak kesini, seperti seorang mandor yang tidak berpihak. Sebaliknya kita beranggapan, justru mahasiswa itulah yang harus berpartisipasi secara konkrit dengan kegiatan-kegiatan partai politik).
Sumber: ikapmii.or.id

Draft Hasil Rapat Pembentukan Komosariat PMII Ahmad Dahlan

KETETAPAN
RAPAT PEMBENTUKAN KOMISARIAT
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII)
AHMAD DAHLAN
Nomor: 01.RPK.V-01.01-001.A-I.10.2010

Tentang
TATA TERTIB
RAPAT PEMBENTUKAN KOMISARIAT
PMII AHMAD DAHLAN


Bismillahirrohmanirohiim,
Pimpinan sidang Rapat Pembentukan Komisariat PMII Ahmad Dahlan:
Menimbang : 1. Bahwa demi terwujudnya ketertiban dan kelancaran pelaksanaan
Rapat Pembentukan Komisariat PMII Ahmad Dahlan.
2. Bahwa untuk memberi kepastian hukum terbentukya Komisariat
PMII Ahmad Dahlan.

Mengingat : 1. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga PMII.
2. Nilai - nilai dasar pergerakan PMII.

Memperhatikan : Hasil Rapat Tim Panitia Persiapan Pembentukan Komisariat pada
tanggal 3 Agustus 2010

MEMUTUSKAN

Menetapkan : 1. Tata tertib Rapat Pembentukan Komisariat PMII Ahmad Dahlan.
2. Ketetapan ini berlaku sejak waktu ditetapkan dan akan ditinjau
kembali jika dikemudian hari terdapat kekeliruan.






Ditetapkan di : Purworejo
Tempat : Sekertariat PMII Cabang Purworejo
Pada Tanggal : 24 Oktober 2010
Pukul : 13.10 WIB



PRESIDIUM SIDANG




Erfika Kharistiawan Muhammad Amir Mahmud
Ketua Sekertaris








TATA TERTIB
RAPAT PEMBENTUKAN KOMISARIAT
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA
AHMAD DAHLAN

BAB 1
NAMA, WAKTU DAN TEMPAT
Pasal 1
NAMA

Rapat ini bernama Rapat Pembentukan Pengurus Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Ahmad Dahlan.

Pasal 2
WAKTU DAN TEMPAT

Rapat Pembentukan Komisariat PMII Ahmad Dahlan dilaksanakan oleh Tim Pembentukan Komisariat yang telah direkomendasikan PC PMII cabang Purworejo yang dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 2010 bertempat di Sekertariat Pengurus Cabang (PC) PMII Purworejo.

BAB II
SIFAT

Rapat Pembentukan Komisariat PMII Komisariat Ahmad Dahlan ini bersifat terbuka, umum, demokratis dan kekeluargaan.
Pasal 3
TUJUAN

1. Membentuk PMII Komisariat Ahmad Dahlan.
2. Menumbuhkan dan menyatukan aspirasi dan persepsi warga PMII Komisariat Ahmad
Dahlandalam sebuah dimensi konsolidasi orientasi program kerja kepengurusan PMII
Komisariat Ahmad Dahlan.
3. Memilih Ketua Umum dan Tim Formatur kepengurusan PMII Komisariat Ahmad Dahlan
Periode 2010-2011.

BAB III
PESERTA, HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 4
PESERTA

Peserta Rapat ini terdiri dari :
1.Peserta penuh adalah kader PMII dari mahasiswa UMP
2.Peserta peninjau adalah pengurus cabang PMII Purworejo dan tamu undangan

Pasal 5
HAK PESERTA

Hak Peserta Rapat Pembentukan Komisariat PMII Komisariat Ahmad Dahlan adalah:
1.Peserta penuh memiliki hak bicara dan hak suara pada Rapat Pembentukan Komisariat
dan memiliki hak memilih dan dipilih.
2.Peserta peninjau memiliki hak bicara dan tidak memiliki hak memilih dan dipilih.

Pasal 6
KEWAJIBAN PESERTA

Kewajiban peserta pada Rapat Pembentukan Komisariat PMII Komisariat Ahmad Dahlan
adalah:
1.Peserta pada Rapat Pembentukan Komisariat PMII Komisariat Ahmad Dahlan
berkewajiban menyukseskan acara Rapat Pembentukan Komisariat.
2.Peserta pada Rapat Pembentukan Komisariat PMII Komisariat Ahmad Dahlan
berkewajiban mentaati semua tata tertib sidang.
3.Peserta sidang dilarang meninggalkan ruang sidang tanpa seizin pimpinan sidang.
4.Peserta sidang tidak diperkenankan melakukan tindakan-tindakan yang dapat
mengganggu jalannya persidangan.

BAB IV
Pasal 7
PIMPINAN SIDANG
1.Pimpinan sidang sementara adalah pimpinan yang direkomendasikan oleh pengurus
cabang PMII Purworejo
2.Pimpinan sidang terdiri dari Ketua,wakil ketua,sekretaris sidang.
3.Pimpinan sidang tetap dipilih oleh peserta sidang Rapat Pembentukan Komisariat
PMII Ahmad Dahlan.

Pasal 8
HAK DAN KEWAJIBAN

Hak dan kewajiban pimpinan sidang:
1. Memimpin jalannya persidangan sesuai tata tertib yang telah disepakati dan
disahkan.
2. Mengatur dan mengarahkan jalannya persidangan dengan penuh tanggung jawab dalam
musyawarah untuk mufakat.
3. Menerima atau menolak pendapat peserta sesuai kesepakatan seluruh pesertasidang.
4. Membuat kebijakan-kebijakan yang dirasa perlu dalam forum atas persetujuan
peserta
sidang.

BAB V
PERSIDANGAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 9
PERSIDANGAN

Persidangan dalam Rapat Pembentukan Komisariat PMII Komisariat Ahmad Dahlan terdiri dari:
1.Sidang Pleno:
a.Sidang Pleno I membahas Tata Tertib Rapat Pembentukan Komosariat.
b.Sidang Pleno II Pembahasan dan Pengesahan hasil sidang komisi yang terbagi
dalam komisi A, B dan C.
c.Sidang Pleno III Memilih Ketua dan Tim Formatur Pengurus PMII Komisariat Ahmad
Dahlan Periode 2010-2011.
2.Sidang Komisi:
a.Komisi A : membahas tentang keorganisasian Komisariat PMII Komisariat Ahmad
Dahlan.
b.Komisi B : membahas tentang garis-garis besar program kerja.
c.Komisi C : Membahas tentang Rekomendasi Organisasi.


BAB VI
QUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 10
QUORUM

Ketentuan Quorum adalah sebagai berikut:
Sidang Pleno dianggap sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari seluruh jumlah peserta sidang yang ada.

Pasal 11
PENGAMBILAN KEPUTUSAN

1.Semua keputusan diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
2.Bila keputusan tidak dapat dicapai melalui musyawarah untuk mufakat maka
dilakukan pemungutan suara atau voting.
3.Keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
4.Apabila hasil pemungutan suara berimbang, maka diadakan pemungutan suara ulang
dan apabila dalam pemungutan suara ulang masih tetap berimbang maka keputusan
diambil dengan melakukan lobby dan kembali diadakan pemungutan suara ulang.

BAB VII
PENUTUP

Pasal 12
PENUTUP

1.Tata tertib ini berlaku sejak waktu dan tanggal ditetapkan.
2.Hal-hal yang dipandang penting dan belum diatur dalam tata tertib ini, akan
ditentukan kemudian oleh sidang melalui persetujuan peserta sidang.

Jumat, 14 Januari 2011

diskusi rutin komisariat PMII Ahmad Dahlan

Jum’at 14 JANUARI 2011

diadakan diskusi rutin komisariat dengan materi "antropologi kampus" pasertanya 1. Abror
2. Amir
3. Fahmi
4. Dani
5. Umi
6. Spd
7. Listy
8. Spd
9. Irma
10. Iim
11. Imam
12. Tofik
13. Lutfi
14. Fauzi
15. Eko
16. Fadil
17. Kharis

diskusi rutin komisariat PMII Ahmad Dahlan

hadiri dan ikuti diskusi rutin komisariat PMII Ahmad Dahlan, 14 januari 2011, pukul 14.45 di kampus UMP dengan materi "antropologi kampus" metode diskusi study case dengan sampel kampus UMP...

satu tekad...
satu tujuan...
berjuta kesuksesan.....
tangan terkepal dan maju kemuka......