MARS PMII

Inilah kami wahai Indonesia Satu barisan dan satu cita Pembela bangsa, penegak agama Tangan terkepal dan maju kemuka Habislah sudah masa yang suram Selesai sudah derita yang lama Bangsa yang jaya Islam yang benar Bangun tersentak dari bumiku subur *Reff : Denganmu PMII Pergerakanku Ilmu dan bakti, ku berikan Adil dan makmur kuperjuangkan Untukmu satu tanah airku Untukmu satu keyakinanku Inilah kami wahai Indonesia Satu angkatan dan satu jiwa Putera bangsa bebas meerdeka Tangan terkepal dan maju kemuka Denganmu PMII Pergerakanku Ilmu dan bakti, ku berikan Adil dan makmur kuperjuangkan Untukmu satu tanah airku Untukmu satu keyakinanku

Rabu, 05 Oktober 2011

SUMPAH MAHASISWA

Kami, Mahasiswa-Mahasiswi Indonesia bersumpah, bertanah air satu,

TANAH AIR TANPA PENINDASAN

Kami, Mahasiswa-Mahasiswi Indonesia bersumpah, berbangsa satu,

BANGSA YANG GANDRUNG AKAN KEADILAN

Kami, Mahasiswa-Mahasiswi Indonesia bersumpah, berbahasa satu,

BAHASA KEBENARAN

Senin, 03 Oktober 2011

AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH DALAM PERGUMULAN PEMIKIRAN

Pengantar
Telaah terhadap Ahlussunnah Wal Jama’ah ( Aswaja ) sebagai bagaian dari kajian keislaman –merupakan upaya yang mendudukkan aswaja secara proporsional, bukannya semata-mata untuk mempertahankan sebuah aliran atau golongan tertentu yang mungkin secara subyektif kita anggap baik karena rumusan dan konsep pemikiran teologis yang diformulasikan oleh suatu aliran, sangat dipengaruhi oleh suatu problem teologis pada masanya dan mempunyai sifat dan aktualisasinya tertentu.
Pemaksaan suatu aliran tertentu yang pernah berkembang di era tertentu untuk kita yakini, sama halnya dengan aliran teologi sebagai dogma dan sekaligus mensucikan pemikiran keagamaan tertentu. Padahal aliran teologi merupakan fenomena sejarah yang senantiasa membutuhkan interpretasi sesuai dengan konteks zaman yang melingkupinya. Jika hal ini mampu kita antisipasi berarti kita telah memelihara kemerdekaan (hurriyah); yakni kebebasan berfikir (hurriyah al-ra’yi), kebebasan berusaha dan berinisiatif (hurriyah al-irodah) serta kebebasan berkiprah dan beraktivitas (hurriyah al-harokah) (Said Aqil Siradj : 1998).
Berangkat dari pemikiran diatas maka persoalan yang muncul kemudian adalah bagaimana meletakkan aswaja sebagai metologi berfikir (manhaj al-fikr)?.Jika mengharuskan untuk mengadakan sebuah pembaharuan makna atau inpretasi, maka pembaharuan yang bagaimana bisa relevan dengan kepentingan Islam dan Umatnya khususnya dalam intern PMII. Apakah aswaja yang telah dikembangkan selama ini didalam tubuh PMII sudah masuk dalam kategori proporsional? Inilah yang mungkin akan menjadi tulisan dalam tulisan ini.


Aswaja Dan Perkembangannya
Melacak akar-akar sejarah munculnya istilah ahlul sunnah waljamaah, secara etimologis bahwa aswaja sudah terkenal sejak Rosulullah SAW. Sebagai konfigurasi sejarah, maka secara umum aswaja mengalami perkembangan dengan tiga tahab secara evolutif. Pertama, tahab embrional pemikiran sunni dalam bidang teologi bersifat eklektik, yakni memilih salah satu
pendapat yang dianggap paling benar. Pada tahab ini masih merupakan tahab konsolidasi, tokoh yang menjadi penggerak adalah Hasan al-Basri (w.110 H/728 M). Kedua, proses konsolidasi awal mencapai puncaknya setelah Imam al-Syafi’I (w.205 H/820 M) berhasil menetapkan hadist sebagai sumber hukum kedua setelah Al- qur’an dalam konstruksi pemikiran hukum Islam. Pada tahab ini, kajian dan diskusi tentang teologi sunni berlangsung secara intensif. Ketiga, merupakan kristalisasi teologi sunni disatu pihak menolak rasionalisme dogma, di lain pihak menerima metode rasional dalam memahami agama. Proses kristalisasi ini dilakukan oleh tiga tokoh dan sekaligus ditempat yang berbeda pada


waktu yang bersamaan, yakni; Abu Hasan al-Asy’ari (w.324 H/935 M)di Mesopotamia, Abu Mansur al-Maturidi (w.331 H/944 M) di Samarkand, Ahmad Bin Ja’far al-Thahawi (w.331 H/944 M) di Mesir. ( Nourouzzaman Shidiqi : 1996). Pada zaman kristalisasi inilah Abu Hasan al-Asy’ari meresmikan sebagai aliran pemikiran yang dikembangkan. Dan munculnya aswaja ini sebagai reaksi teologis-politis terhadap Mu’tazilah, Khowarij dan Syi’ah yang dipandang oleh As’ari sudah keluar dari paham yang semestinya.
Lain dengan para Ulama’ NU di Indonesia menganggap aswaja sebagai upaya pembakuan atau menginstitusikan prinsip-prinsip tawasuth (moderat), tasamuh (toleran) dan tawazzun (seimbang). Perkembangkan selanjutnya oleh Said Aqil Shiroj dalam mereformulasikan aswaja sebagai metode berfikir (manhaj al-fikr) keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berdasarkan atas dasar modernisasi, menjaga keseimbangan dan toleransi, tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka memberikan warna baru terhadap cetak biru (blue print) yang sudah mulai tidak menarik lagi dihadapan dunia modern. Dari sinilah PMII menggunakan aswaja sebagai manhaj al fikr dalam landasan gerak.

Aswaja Sebagai Manhaj al-fikr
Dalam wacana metode pemikiran, para teolog klasik dapat dikategorikan menjadi empat kelompok. Pertama, kelompok rasioalis yang diwakili oleh aliran Mu’tazilah yang pelapori oleh Washil bin Atho’, kedua, kelompok tekstualis dihidupkan dan dipertahankan oleh aliran salaf yang munculkan oleh Ibnu Taimiyah serta generasi berikutnya. Ketiga, kelompok yang pemikirannya terfokuskan pada politik dan sejarah kaum muslimin yang diwakili oleh syi’ah dan Khawarij, dan keempat, pemikiran sintetis yang dikembangkan oleh Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi.
Didalam PMII Aswaja dijadikan Manhajul Fikri artinya Aswaja bukan dijadikan tujuan dalam beragama melainkan dijadikan metode dalam berfikir untuk mencapai kebenaran agama. Walaupun banyak tokoh yang telah mencoba mendekontruksi isi atau konsep yang ada dalam aswaja tapi sampai sekarang Aswaja dalam sebuah metode berfikir ada banyak relevasinya dalam kehidupan beragama, sehingga PMII lebih terbuka dalam mebuka ruang dialektika dengan siapapun dan kelompok apapun.
Rumusan aswaja sebagai manhajul fikri pertama kali diintrodusir oleh Kang Said (panggilan akrab Said Aqil Siradj) dalam sebuah forum di Jakarta pada tahun 1991. Upaya dekonstruktif ini selayaknya dihargai sebagai produk intelektual walaupun juga tidak bijaksana jika diterima begitu saja tanpa ada discourse panjang dan mendalam dari pada dipandang sebagai upaya ‘merusak’ norma atau tatanan teologis yang telah ada. Dalam perkembangannya, akhirnya rumusan baru Kang Said diratifikasi menjadi konsep dasar aswaja di PMII. Prinsip dasar dari aswaja sebagai manhajul fikri meliputi ; tawasuth (mederat), tasamuh (toleran) dan tawazzun (seimbang). Aktualisasi dari prinsip yang pertama adalah bahwa selain wahyu, kita juga memposisikan akal pada posisi yang terhormat (namun tidak terjebak pada mengagung-agungkan akal) karena martabat kemanusiaan manusia terletak

pada apakah dan bagaimana dia menggunakan akal yang dimilikinya. Artinya ada sebuah keterkaitan dan keseimbangan yang mendalam antara wahyu dan akal sehingga kita tidak terjebak pada paham skripturalisme (tekstual) dan rasionalisme. Selanjutnya, dalam konteks hubungan sosial, seorang kader PMII harus bisa menghargai dan mentoleransi perbedaan yang ada bahkan sampai pada keyakinan sekalipun. Tidak dibenarkan kita memaksakan keyakinan apalagi hanya sekedar pendapat kita pada orang lain, yang diperbolehkan hanyalah sebatas menyampaikan dan mendialiektikakakan keyakinan atau pendapat tersebut, dan ending-nya diserahkan pada otoritas individu dan hidayah dari Tuhan. Ini adalah menifestasi dari prinsip tasamuh dari aswaja sebagai manhajul fikri. Dan yang terakhir adalah tawazzun (seimbang). Penjabaran dari prinsip tawazzun meliputi berbagai aspek kehidupan, baik itu perilaku individu yang bersifat sosial maupun dalam konteks politik sekalipun. Ini penting karena seringkali tindakan atau sikap yang diambil dalam berinteraksi di dunia ini disusupi oleh kepentingan sesaat dan keberpihakan yang tidak seharusnya. walaupun dalam kenyataannya sangatlah sulit atau bahkan mungkin tidak ada orang yang tidak memiliki keberpihakan sama sekali, minimal keberpihakan terhadap netralitas. Artinya, dengan bahasa yang lebih sederhana dapat dikatakan bahwa memandang dan menposisikan segala sesuatu pada proporsinya masing-masing adalah sikap yang paling bijak, dan bukan tidak mengambil sikap karena itu adalah manifestasi dari sikap pengecut dan oportunis.

Penutup
Ini bukanlah sesuatu yang saklek yang tidak bisa direvisi atau bahkan diganti sama sekali dengan yang baru, sebab ini adalah ‘hanya’ sebuah produk intelektual yang sangat dipengaruhi ruang dan waktu dan untuk menghindari pensucian pemikiran yang pada akhirnya akan berdampak pada kejumudan dan stagnasi dalam berpikir. Sangat terbuka dan kemungkinan untuk mendialektikakan kembali dan kemudian merumuskan kembali menjadi rumusan yang kontekstual. Karena itu, yakinlah apa yang anda percayai saat ini adalah benar dan yang lain itu salah, tapi jangan tutup kemungkinan bahwa semuanya itu bisa berbalik seratus delapan puluh derajat.

ISLAM SEBAGAI THEOLOGI PEMBEBASAN

A. Makna Teologi
Perkataan theologi tidak berasal dari khazanah dan tradisi islam. Ia berasal dari istilah yang diambil dari agama lain yaitu dari tradisi dan khazanah greja kristiani. Hal ini tidaklah dimaksudkan untuk menolak pemakaian kata theologi itu. Sebab pengambilan suatu istilah dari khazanah dan tradisi agama lain tidaklah harus dipandang sebagai hal yang negative, apalagi jika istilah tersebut bisa memperkaya khazanah dan mambantu mensistematisasikan pemahaman kita tentang islam.
Kata theologi sebagaimana dijelaskan dalam Encyclopaedia of religion and religions berarti ilmu yang membicarakan tentang tuhan dan hubungannya dengan alam semesta, namun seringkali diperluas mencakup keseluruhan bidang agama. Dalam pengertian ini agaknya perkataan theologi tapatnya dipadankan dengan istilah fiqh, dan bukan hanya dengan ilmu kalam atau tauhid. Istilah fiqh disini dimaksudkan sebagai istilah fiqh seperti yang digunakan sebelum ilmu fiqh lahir. Imam Abu Hanifah, bapak ilmu fiqh, menulis buku al-fiqhi al-akbar yang isinya bukan tentang ilmu fiqh, tapi justeru tentang aqidah yang menjadi objek bahasan ilmu kalam atau tauhid. Boleh jadi, ilmu fiqh yang berkembang selama ini dalam kerangka pemikiran imam abu hanifah adalah al-fiqhu al-ashghar. Sebab keduanya baik ilmu kalam atau tauhid maupun ilmu fiqh pada dasarnya adalah fiqh yang pemahamannya tersistematisasikan. Yang pertama, menyangkut bidang ushuliyah (tentang yang prinsip atau yang pokok), sedangkan yang kedua menyangkut bidang furu’iyah (detai atau cabang). Akan tetapi perjalanan sejarah dan tradisi keilmuan islam telah menyingkirkan pengertian fiqh sebagaimana dipergunakan abu hanifah. Dengan menyinggung masalah ini hanya ingin dikatakan bahwa pemakaian istilah theologi mempunyai alas an cukup kuat sebab ia membantu kita memahami islam secara lebih utuh dan lebih terpadu.

A. Islam Sebagai Teologi Pembebasan
Isalam sejak awal selalu di tarjetkan sebagai agama pembebasan, terutama pembebasan terhadap kaum perempuan. Bila dibayangkan bagaimana masyarakat arab yang misoginis dan dikenal sebagai pembunuh anak perempuan, tiba-tiba dipaksa melaksanakan pesta syukuran (‘aqiqah) atas kelahiran anak perempuan, meskipuan baru sebatas seekor kambing untuk anak perempuan dan dua ekor untuk anak laki-laki.
Bagai mana suatu masyarakat yang tidak mengenal konsep ahli waris dan saksi perempuan tiba-tiba di beri hak waris dan hak kesaksian, meskipun masih sebatas satu berbanding dua untuk anak laki-laki. Bagaimana seorang perempuan yang dulunya dimitoskan sebagai “pelengkap” keinginan laki-laki (Adam) tiba-tiba diakui setara di depan Allah dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai penghuni syurga(Q.S.Al-Baqoroh 2;35).
Islam sesungguhnya agama ketuhanan sekaligus agama kemanusiaan dan kemasyarakatan (Q.S. Ali’imron, 3:112). Dalam pandangan islam, manusia mempunyai dua kapasitas, yaitu sebagai hamba()’abdi dan sebagai representasi Tuhan (kholifah), tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, dan warna kulit (Q.S. Al-Hujrot, 49:13). Kualitas kesalihan tidak hanya di peroleh melalui upaya mensucikan diri (riyadloh nafsiyyah) melainkan juga peduli terhadap penderitaan orang lain(Q.S Al-ma’mun,107:1-7). Islam sejak awal menegaskan bahwa diskriminasi peran dan relasi jender adalah salah satu pelanggaran hak asasi manusia yang harus dihapus (Q.S. al-Nisa’, 4:75) Islam mmerintah manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan, keserasian , keselarasan, keutuhan; baik seama umat manusia maupun denganlingkungannya. Konsep relasi jender dalam Isalm lebih darisekedar mengatur keadilan jender dalam mayarakat , tapi secara teologis dan telelologis mengatur pola relasi mikri kosmos (manusia), makrokosmos(alam), dan Tuhan. Hanya dengan demikian manusia bisamenjalankan menjalankan fungsinya sebagai kholifah, dan hanya kholifah sukses yang dapat mencapai derjat ‘abid sesungguhnya.
Islam memperkenalkan konsep relasi jender yang mengacu pada ayat-ayat substantifyang sekaligus menjadi tujuan umum syariah (maqosid al-syariah), antara lain: mewujudkan keadilan dan kebijakan (Q.S. al-nahl,16:90), keamanan dan ketentraman (Q.S. al-Nisa’, 4:58), dan menyeru kepada kebaikan dan mencegah kejahatan (Q.S. Ali’imron, 3:104), ayat-ayat ini dijadikan kerangka dalam manganalisa relasi jender dalam Al-Quran. Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban Yang sama dalam menjalan kan kholifah dan hamba. Soal peran sosial dalam masyarakat, tidak ditemukan dalam ayat maupun hadis yang melarang perempuan ikut aktif di dalamnya. Sebaliknya Alquran dan hadis banyak mengisyartkan kebolehan peran perempuan aktif menekuni berbagai profesi.
Pada awal-awal sejarah islam, kaum perempuan memperoleh kemerdekaan dan suasana batin yang cerah. Rasa percaya diri mereka semakin kuat sehingga diantara mereka mencatat prestasi gemilang, bukan hanya di sector domestic tapi juga di sector publiik. Syang seklai kenyataan seperti ini tidak berlangsung lama karena banyak factor, antaralain : semakin pesatnya perkembangan islam sampai ke pusat-pusat kerajan yang bercorak misoginis seperti Damaskus, Baghdad dan Persia. Di samping itu, unifikasi dan modifikasi kitab-kitab hadis, tafsir dan fikh, yag banyak dipengaruhi budaya local, lansung maupun tidak lansung ikut andil dalam memberikan pembatasan hak dan gerakkaum perempuan. Pada saat besaman secara simultan politik antropologi untuk melanggangkan tradisi patriarki yang menguntungkan kaum laki-laki. Berbagai nilai diarahkan dan digunakan untuk mempertahankan keneradaan pola relasi jender yang berakar di masyarakat. Karena hal tersebut berlangsung cukup lama, maka pola tersebut mengendap di pikiran alam bawah sadar masyarakat, seakan-akanpola relasi jender adalah kodrat. Bertambah kuat lagi setelah pola relasi kuat (power relasions) menjadi sub system dalam masyarakat modern-kapitalis, yang kemudian melahirkan masyarakay new patriarchy. Semakin kuat pola relai kuasa semakin besar pula ketimpangan peran jender dalam masyarakat, kaena seorang akan diukur berdasrkan niulai produktifnya. Dengan alasn factor produksi, maka produktifitas perempuan dianggap tidak semaksimal dengan laki-laki. Perempuan diklaim sebagai komunitas produksi, yang lebih tepat mengambil peran domestic. Dan laki-laki di klaim sebagai komunitas produktif, yang lebih tepat menganbil peran public. Akibatnya, terciptalah suatu masyarakat yang didominasi kaum laki-laki. Kalu dulu agama (Islam) identic dengan wacana pembebasab perempuan, maka kini ada kecenderungan Islam yang identic dengan penbatasan terhdap perempuan.
Dipenghujung abad ini banyak Negara yang melakukan revolusidan reformasi dengan mengambil tema keislaman.namun demikian, sering terjadi pasca-revolusi dan refirmasi adalah pengekangan terhadap perempuan. Islamisasi suatu Negara seolah-olah berarti “ merumahkan” perempuan atau jilbabisasiperempuan. Iran, Pakistan, aljazair, dan Afganistan dapat menjadi contoh dari fenomena tersebut. Bagaimana Islam dijadikan sebagai dalail untuk mrncopot pegawai negeri di sejumlah daerah di Afganistan dengan alas an perempuan tidak boleh berkerja di bidang politik.
Otonomisasi di Indonesia dengan memberikan peran lebih besar pada tokoh-tokoh adat dan agam setempat, tidak menutup kemungkinan menjadikan perempuan sasaran dan obyek. Kita tentu sangat berharap agar Islam tidak dijadikan sebagai sesuatu kekuatan ideologis yang menekan suatu kelompok atau jenis kelamin tertentu dan sebaliknya akan memberikn keuntungan bagi kelompok atau jenis kelamin tertentu.
Salah satu pengusung ide islam sebagai teologi pembebasn adalah Asghoe Ali Engeneer. Ali Asghor adalah pemikir islam modern yang cukup di kenal luas di Indonesia. Pemikiran nya mengenai pluralisme, Islam sebagai terologo pembebasan dan kesetaraan jender telah di baca oleh kalangan terdidik di Indonesia. Juga yang tak boleh dilupakan , adalah pandangan-pandangannya yang menolaj keras ide tentang Negara islam Dengan semata-mata mencontoh preseden klasik pada zaman Nabi dan sahabat.
Engeneer, yang lahir di Rajastan, India, pada tahun 1939 dalam keluarga yang berafiliasi kepada Shi’ah Ismaili itu,beberapa kali berkunjung ke Indonesia dalam berbagai kesempatan seminar dan diskusi. Sejumlah bukunya telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Tulisan ini mencoba akan memperkenalkan gagasan –gagasan Engeener mengenai: Islam sebagai Teologi Pembebasan.
Engeneer, dalam sebuah artikel yang berjudul What I Believe (mumbay: 1999), mengemukakan tiga pokok persoalan yang mendasri pemikirannya. Pertama, mengenai nubungan antara akal dan wahyu yang saling menunjang. Kedua, mengenai pluralitas dan diversitas agama sebagaikeniscayaanbaginya. Fanatisme dan sektarianisme keagamaan adalah merusak karena menggiring manusia untuk mengumandangkan truth claim, yang dengan nya keyakinan tertentu dianggap sebagai satu-satunya kebenaran dan yang lain adalah salah. ketiga, mengenai watak keberagaman ynag tercermin dlam sentivitas dan empati terhdap penderitaan kelompok masyarakat lemah.
Pokok-pokok pikiran tersebut yang melandasi Engeneer untuk mengkonstruksi Teologipembebasan dalam islam sebagaimana yang ditunjukkan dalam bukunya Islam and Liberation Theology (1990). Berbeda dengan teologi klasik yang cenderung abstrak dan berdifat elitis, Teologo pembebasan cenderung lebih kongkrit dan histories. Tekanan nya adalah realitas kekinian, bukan realitas di alam maya. Baginya teologi itu, tidak hanya bersifat transedental ,tapi juga kontekstual. Baginya, teologi adalah rfleksi dari kondisi sosial yang ada, dan dengan demikian suatu teologi adalah dikonstruksi secara sosial. Tidak ada teologi yang bersifat eternal yang selalucocok dalam setiap kurun waktu dan sejarah.
Dalam pandangan Teologi itu juga tidak netral,. Ia mempunyai keberpihakan , apakah kepada status quo atau pada perubahan,. Dengan kata lain teologi itu dapt menjadi instrument pembebas atau pembelenggu manusia. Semua itu tergantung kepada siapa yang mengkonstruksi danmenggumnakannya. Keperpihakan teologi pembebasan sangat jelas, yaitu kepada mereka yang lemah dan tertindas. Ia diproyeksikan untuk perubahan, bukan untuk mengabdi kepada kekuasaan dan status quo.
Teologi pembebasan sangat menekankan pada aspek praksis, yaitu kombinasi antara refleksi dan aksi, iman dan amal. Ia merupakan produk pemikiran yang diikuti dengan praksis untuk pembebasan. Teologi pembebasan berupaya untuk menjadikan mereka yang lemah dan tertindas menjadi mahluk yang independent dan aktif. Karena hanya menjadi manusia yang aktif dan merdeka mereka bisa lepas dari belenggu penindasan.
Sumber inspirasi teologi pembebasan menurut engineer adalah Alquran dan sejarah ara Nabi. Keberrpihakan kedua sumber ini kepada kaum lemah tidak diragukan lagi. Alquran mengajarkan untuk menyantuni anak yatim, menegakkan keadilan (sebagian dari taqwa), dan menekan capital itu tidak hanya berputar-putar pada segelintir orang. Penekanan demi persis yang dilakukan oleh Nabi.
Dalam pandangan engeneer, sejarah Nabi adalah sejarah perubahan sosial untuk menentang system yang timpang. Penolakan masyarakat Quroisy menurut Engeneer lebih dikarenakan factor ekonomi dari pada factor agama. Mereka menentang takut jika hegemoni ekonomi yang di gengaman mereka terganggu. Mengikuti Taha Husein, pemikir Mesir, Engeneer mengatakan bahwa jika Nabi hanya bedakwah tentang keesaan Tuhan , tanpa menyerang system sosial-ekonomi, mengabaikan antara yang kuat dan yang lemah, yang kaya dan yang miskin, tuan dan budak serta tidak mendesak para konglomerat mekah untuk mrndistri busikan kekayaan mereka kepada kaum lemah dan miskin, maka mayoritas masyarakat Quroisy akanmenerima kehadiran Islam.
Melihat kesejarahan di atas, denga tidak ragu-ragu Engeneer mengatakan Nabi adalah seorang revolusioner, tidak hanya dalam pemikiran, tapi juga dalam tindakan. Dia (Muhammad) bagi Engener , tidak hanya seorang filosof tapi juga seorang aktifis, pelopor dan pejuang. Lewat praksis dia berkerja untuk mengadakan perubahan sosial pada masanya. Dengan kata lain, Muhammad silahirkan sebagai voice of social reform. Hal demikia juga sama dengan Nabi-Nabi sebelumnya. Musa dianggap sebagai pembebas kaumnaya yang ditindas oleh arogansi dan kesewenag-wenangan Fir’aun.
Dalam semangat teologi pembebasan ini, Engeneer menafsir ulang ma’na tauhid dan kufr. Tauhid bagi Engeneer tidak hanya di maknai sebagai “keesaan Tuhan”, tapi uga sebagai kesatuan manusia yang tidak dapat di capai dalam pengertiannya yang paling benar tanpa menciptakan mayarakat tanpa kelas (Classles society). Tauhid dalam pengertian yang baru berate tidak melampaui garis-gariskeyakinan. Di sinilah pluralime keagamaan mendapat tempat dalam perspektif teologi pembebasan. Kesatuan bukan saja mengenai perkara aqiadah. Tetapi kesatuan dalam keadilan yang melintasi batas-batas keyakinan. Dalam perspektif teologi pembebasan, persoalan penindasan itu bukanlah persoalan antar pemeluk agama, akan tetapi lebih merupakan persoalan antara”peninas” dan yang “tertindas” Sosok yang “terindas” dan yang “menindas” itu bisa berasal dari agama manapun, ras apapun dan suku manapun. Dengan demikian, tauhid itu tidak hanya terdimensi teologis, tapi juga sosiologis. Kata kafir juga dimaknai ulang oleh aEngeneer. Ia tak hanya berdimensi teoogis, tapi juga sosial-ekonomi. Kafir tidak hanya kepda mereka yang tifdk percaya kepada Tuhan, tetapi juga mereka yang melawan segala usaha yang saungguh-sungguh untuk menata ulang struktur masyarakat agar lebih adil dan egaliter, tidak ada konsentrasi keyakinan di segelintir orang, serta tidak ada ekploitasi manisia ataasa manusia yang lain.

Sejarah Indonesia

A. Masa Pra Kemerdekaan
Masuknya penjajah asing di Indonesia pada tahun 1596 merupakan awal tertanamnya pengaruh barat di Indonesia. Berdirinya VOC tahun 1602 merupakan awal dari jatuhnya Indonesia ke tangan Belanda secara ekonomis maupun politis. Pada era penjajah ini Negara-Negara kapitalis Barat menanamkan pengaruhnya sekaligus mengendalikan masyarakat Hindia-Belanda sebagai cikal bakal Negara-Bangsa Indonesia. Pada akhir abad ke-19 terjadi perubahan yang berarti pada kehidupan masyarakat Hindia-Belanda sebagai dampak dari adanya perubahan yang mendasar di kalangan Negara-Bangsa Barat di Eropa. Periode ini disebut dengan Era”Nation State”.
a. Era kebangkitan Natin-State
Pada tahun 1890-an seorang pemikir Prancis “Ernest Renan” ia menuangkan konsep Konsep ini memberikan perubahan yang cukup besar yang kemudian memunculkan dari kajiannya di bidang politik ke dalam bukunya yang berjudul What is a Natin? berdirinya Negara-Bangsa di Eropa. Perubahan ini berdampak pada Kepda Negara-Negara jajahan seperti Hindia-Belanda.
Bersamaan dengan munculnya Negara-Bangsa di Eropa pemerintah Kolonial Belanda memberlakukan politik etis di Hindia-Belanda. Salah satu pengaruh dari munculnya perubahan di Eropa yaitu pada kebijakan kebijakan Kolonial Balanda dalam Politik Etis. Kebijakan ini bermula dari usulan dari anggota parlemen Negara Belanda yang bernama C. Th. Van Deveventer. Pada tahun 1899 Vandeventer menulis buku”utang budi” yang mengemukakan, bangsa Belanda berutang kepada Hindia-Belanda oleh keuntungan yang diperoleh selama dasawarsa yang lalu. Atas dasar ini, pidato Ratu Wilhelmina pada tahun 1901 mengumandangkan bemulanya zaman baru dalam politik kolonial lazim disebut Politik Etis.
Dampak paling nyata diberlakukannya Politik Etis adalah terbukanya pendidikan modern ala Barat bagi kaum pribumi. Mulanya kesempatan ini diisi kaumpriyayi, namun dengan adanya kebutuhan birokrasi yang makin meningkat banyak juga anak-anak priyayi rendah dan anak orang biasa yang masuk dalampendidikan tersebut. Akibat dari kondisi yang demikian adalah perubahan struktur sosial masyarakat Hindia-Belanda.
Struktur Hindia-Belanda (khususnya Jawa) yang dulunya hanya dari golongan priyayi kraton dan rakyat jelata, kini bergeser karena ada kelompok profesional baru yaitu para birokrat yang secara sosial mendapat sebutan priyayi. Pada awalnya golongan priyayi keraton menempati posisi yang tinggi di masyarakat. Dengan masuknya kolonial posisi ini jadi tergeser. Untuk mempertahankan posisinya di hadapan masyarakat jawa tidak segan-segan menjadi alat kolonial Belanda. Pertarunga ini terlihat jelas dalam organisasi BO (Budi Utomo) yang berdiri tahun1908. disini terjadi pertarungan yang tajam antara kaum priyayi konservatif yang ingin mempertahankan posisinya dengan golongan priyayi muda yang lebih berorientasi Barat yang lebih modern, liberal dan terbuka. Dengan gagasan yang cemerlang priyayi muda ini mampu menyingkirkannya dalam tubuh BO. Kelompok muda yang dipimpin oleh dr, Sutomo, dr. Gunawan Mangun Kusumo, dr, Rajiman berhasil mengkomunikasikan pemikiran barat mengenai nasionalisme.
Karena pengaruh pemikiran barat yang dibawa kaum muda yang berhasil mengenyam pendidikan modern ala Barat dan didukung oleh perubahan yang terjadi di Eropa tentang Negara-Bangsa, akhirnya semangat Nasionalisme berhasil mempengaruhi wacana Hindia-Belanda. Akibat lebih lanjut dari suasana politik internasional yang demikian, munculah organisasi-organisasi kepemudaan dan kemasyarakatan. Namun karena keterbatasan jangkauan dan interaksi semangat nasionalisme ini hanya bersifat etnis dan lokal seperti Jong Jawa, Jong Sumatra, Jong Celebes, Jong Islament Bond, SI dan sejenisnya.
Menjelang Perang Dunia I, tahun 1917, di Rusia terjadi revolusi Bolshevik. Revolusi yang dimotori oleh Lenin ini berhasil memunculkan idelogi komunisme yang kemudian berkembang dengan berbagai varian di belahan dunia termasuk di Indonesia. Revolusi ini menjadi embrio terbentuknya Negara-negara komunis yang akhirnya bergabung dengan blok fakta warsama. Revolusi ini juga yang menjadi inspirasi bangkitnya gerakan komunis di Indonesia yang melakukan pemberontakan tahun1926.
b. Dampak Perang Dunia I
Ketegangan yang terjadi di Negara-negara Barat memuncak dengan meletusnya perang Dunia I pada tahun 1918. Beberapa Negara Eropa diantaranya Jerman, Prancis, Inggris, Rusia terlibat peperangan. Kejadian seperti ini berpengaruh pada Negara-negara jajahan di Asia. Seperti India, Turki, Jepang, termasuk Hindia Belanda hingga melahirkan gelombang revolusi Asia. Pertempuran tentara Inggris di India Menjadi ilham bagi bangsa Indonesia untuk memeperkokoh semangat nasionalisme dalam suatu jalinan yang utuh yang kemudian bangsa Indonesia mampu mengkonstruksi faham kebangsaannya secara utuh dan terpadu melalui Sumpah Pemuda tahun 1928 yang kemudian melahirkan wacana Negara-Bangsa Indonesia. Dengan kata lain kondisi politik pasca Perang Dunia I telah memberikan sumbangan yang cukup besar bagi bangsa Indonesia mengenai konsep Negara-Bangsa mengenai kesadaran Nasionalisme.
c. Era Konsolidasi Kapitalisme
Setelah PD I banyak Negara-negara kapitalis-imperialis mengalami kebangkrutan akibat biaya perang yang cukup tinggi, dampak dari momentum ini yaitu terjadinya resesi ekonomi (malase) pada awal tahun 1930-an. Untuk mengembalikan kondisi seperti ini Negara-negara tersebut mulai melakukan konsolidasi. Sejak itu Negara imperialis mulai terlihat, yaitu Imperialis-Komunis (sovyet), Imperialis-Kapitalis (AS dan Inggris), Imperialis (Jerman) dan Imperialis-Totaliter (Jepang). Di bidang ekonomi dilakukan restrukturisasi pada sektor moneter maupun sektor riil.
Di bidang sosial, mulai dilakukan proses rekayasa sosial (social enginering) melalui penyusunan beberapa konsep dan teori sosial. Salah satu teori yang sangat terkenal yang hendak diuji cobakan di Negara-negara jajahan adalah teori strukturalis fungsionalis dari sosiolog Amerika Talcott parsons.
Dalam masa konsolidasi ini, mulai terjadi polarisasi Negara-negara imperialis. Negara-negara imperialis-kapitalis dan imperialis komunis bergabung menjadi satu membentuk blok Sekutu/Allies (AS, Inggris, Unisovyet dll), imperialis-totaliter membentuk satu blok yang disebut blok Axis (Jerman, Jepang, Italia dan Spanyol).
Selama ini bangsa Indonesia juga melakukan konsolidasi kebangsaan. Di kalangan bangsa Indonesia, pada saat ini siudah terbentuk suatu imajinasi kolektif mengenai Negara Indonesia yang merdeka, namun mereka belum bisa mencari jalan untuk memproklamirkan kemerdekaan. Gerakan-gerakan organisatoris yang bersifat politis mulai dilakukan oleh para tokoh Indonesia. Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tan malaka dan rekan-rekan seperjuangannya mulai membentuk konsep-konsep kebangsaan modern. Naun hegemoni Negara imperialis masih sulit bagi mereka untuk merebut dan menyatakan kemerdekaan.
Sementara konflik antar berbagai Negara Imperialis makin menajam hingga akhirnya mencapai puncak pada peristiwa PD II tahun 1939. sepanjang PD II Indonesia menjadi perebutan dari masing-masing pihak yang sedang bertempur untuk dijadikan pangkalan dalam mempertahankan kepentingan geo-politik dan geo-strategi masing-masing pihak.
Hal ini terlihat pada peperangan AS dengan Jepang dalam memperebutkan pulau sabang sebagai pelabuhan alam yang strategis untuk superioritas dan dominasi wilayah lautan Hindia, serta perebutan sengit untuk menguasai daerah Morotai sebagai pangkalan udara yang strategis untuk mendominasi wilayah lautan Pasifik.
Dalam suasana peperangan di Asia Pasifik inilah, seorang tokoh Indonesia yang bernama Sukarno dan kawan-kawan berhasil memanfaatkan situasi dan “mencuri moment” hingga singkatnya melahirkan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Dengan hal ini Sukarno dan kawan-kawan mampu memanfaatkan moment yaitu dengan bermain mata dengan Jepang yang mengalami kekalahan dari blok sekutu.
Sabagaimana tradisi yang berkembang di kalangan Negara-negara penjajah yang sedang terlibat dalam peperangan, mereka yang kalah harus menyerahkan Negara jajahan yang dikuasainya, seperti Filipina yang harus beralih ke tangan Amerika ketika Negara yang menjajah ”spanyol” dikalahkan oleh Amerika. Demikian juga Indonesia meskinya ia di tangan Amerika dan Inggris, ketika Jepang berhasil merebut Indonesia dari tangan Belanda dikalahkan oleh AS. Namun berkat kelicikan Jepang dan kemahiran Politik Sukarno dan kawan-kawan, akhirnya lahirlah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1945.
Setelah hal ini terjadi, sebagai upaya untuk menguasai kembali Negara Indonesia yang telah merdeka, tentara sekutu yang dimotori oleh Amerika dan Inggris di bawah pimpinan Jendral Mallaby datang membonceng tentara Balanda ke Indonesia. Kedatangan itu dengan dalih melucuti senjata Jepang yang telah kalah perang. Kedatangan tantara sekutu ini dihadapi oleh tantara Islam dengan mati-matian. Karena tentara tidak merespon kedatangan sekutu secara serius, maka para Ulama NU pada tanggal 21 Oktober 1945 mengeluarkan Resolusi jihad yang berisi seruan perang suci bagi kaum muslimin untuk mengangkat senjata guna mempertahankan NKRI dari serangan sekutu. Seruan ini menggema di seluruh pulau jawa hingga mengorbankan semangat pahlawan seluruh kaum muslimin yang berjuang pada terjadinya 10 November 1945 yang dikenal sebagai hari Pahlawan.

B. Situasi Luar Di Masa Awal Kemerdekaan
Setelah PD II terjadi hubungan yang mendasar antar Negara baik dari segi sosial, politik dan ekonomi, banyak Negara yang menuntut kenerdekaan baik dengan berjuang secsrs fisik maupun diplomatik. Menghadapi hal ini, Negara- Negara kapitalis segera melakukan konsolidasi, mereka menginginkan agar mereka tidak kehilangan pengaruh di Negara-negara jajahan, pada bulan juli 1944 negara-negara kapitalis-imperialis mengadakan pertemuan Bretton Woods untuk merumuskan strategi untukmenghadapi Negara-negara baru dan akan berkembang.
Hasil pertemuan itu diantaranya di bidang ekonomi; pertama mendirikan World Bank, dan IBRD yang beroperasi tahun1946. lembaga ini berfungsi memberi pinjaman kepada Negara-negara yang baru merdeka atau hancur akibat PD II duntuk pembangunan dengan persyaratan model tertentu. Kedua mendirikan IMF yang beroperasi 1947 untuk memberikan pinjaman dalam neraca pembayaran luar negeri dan memasukkan disiplin financial tertentu; ketiga mendirikan GATT beroperasi 1947, berfungsi memajukan dan mengatur perdagangan dunia agar sesuai dengan kepentingan kapitalis.
Di bidang politik Negara-negara kapitalis-imperialis memotori berdirinya PBB tahun 1945. di samping itu disepakati pula deklarastion human Rights, suatu deklarasi yang memberikan perlindungan tentang hak-hak asasi manusia. Di sisi lain blok Negara-negara komunis membentuk pula fakta kerja sama ekonomi di bawah payung yang diberi nama COMECON. Keputusan-keputusan tersebut memberikan pengaruh yang cukup besar bagi berakhirnya penjajahan fisik.
Namun demikian bukan berarti pengaruh Negara-negara imperialis kapitalis maupun imperialis- komunis berakhir di Negara-negara jajahan. Dengan berbagai kekuatan kedua blok tersebut terus menebar pengaruhnya di Negara yang baru merdeka. Lembaga-lembaga yang baru saja terbentuk itu di samping sebagai pengendali Negara-negara terjajah yang baru merdeka juga sebagai alat ”pencuci tangan” dari Negara bekas jajahannya.