MARS PMII

Inilah kami wahai Indonesia Satu barisan dan satu cita Pembela bangsa, penegak agama Tangan terkepal dan maju kemuka Habislah sudah masa yang suram Selesai sudah derita yang lama Bangsa yang jaya Islam yang benar Bangun tersentak dari bumiku subur *Reff : Denganmu PMII Pergerakanku Ilmu dan bakti, ku berikan Adil dan makmur kuperjuangkan Untukmu satu tanah airku Untukmu satu keyakinanku Inilah kami wahai Indonesia Satu angkatan dan satu jiwa Putera bangsa bebas meerdeka Tangan terkepal dan maju kemuka Denganmu PMII Pergerakanku Ilmu dan bakti, ku berikan Adil dan makmur kuperjuangkan Untukmu satu tanah airku Untukmu satu keyakinanku

Senin, 03 Oktober 2011

ISLAM SEBAGAI THEOLOGI PEMBEBASAN

A. Makna Teologi
Perkataan theologi tidak berasal dari khazanah dan tradisi islam. Ia berasal dari istilah yang diambil dari agama lain yaitu dari tradisi dan khazanah greja kristiani. Hal ini tidaklah dimaksudkan untuk menolak pemakaian kata theologi itu. Sebab pengambilan suatu istilah dari khazanah dan tradisi agama lain tidaklah harus dipandang sebagai hal yang negative, apalagi jika istilah tersebut bisa memperkaya khazanah dan mambantu mensistematisasikan pemahaman kita tentang islam.
Kata theologi sebagaimana dijelaskan dalam Encyclopaedia of religion and religions berarti ilmu yang membicarakan tentang tuhan dan hubungannya dengan alam semesta, namun seringkali diperluas mencakup keseluruhan bidang agama. Dalam pengertian ini agaknya perkataan theologi tapatnya dipadankan dengan istilah fiqh, dan bukan hanya dengan ilmu kalam atau tauhid. Istilah fiqh disini dimaksudkan sebagai istilah fiqh seperti yang digunakan sebelum ilmu fiqh lahir. Imam Abu Hanifah, bapak ilmu fiqh, menulis buku al-fiqhi al-akbar yang isinya bukan tentang ilmu fiqh, tapi justeru tentang aqidah yang menjadi objek bahasan ilmu kalam atau tauhid. Boleh jadi, ilmu fiqh yang berkembang selama ini dalam kerangka pemikiran imam abu hanifah adalah al-fiqhu al-ashghar. Sebab keduanya baik ilmu kalam atau tauhid maupun ilmu fiqh pada dasarnya adalah fiqh yang pemahamannya tersistematisasikan. Yang pertama, menyangkut bidang ushuliyah (tentang yang prinsip atau yang pokok), sedangkan yang kedua menyangkut bidang furu’iyah (detai atau cabang). Akan tetapi perjalanan sejarah dan tradisi keilmuan islam telah menyingkirkan pengertian fiqh sebagaimana dipergunakan abu hanifah. Dengan menyinggung masalah ini hanya ingin dikatakan bahwa pemakaian istilah theologi mempunyai alas an cukup kuat sebab ia membantu kita memahami islam secara lebih utuh dan lebih terpadu.

A. Islam Sebagai Teologi Pembebasan
Isalam sejak awal selalu di tarjetkan sebagai agama pembebasan, terutama pembebasan terhadap kaum perempuan. Bila dibayangkan bagaimana masyarakat arab yang misoginis dan dikenal sebagai pembunuh anak perempuan, tiba-tiba dipaksa melaksanakan pesta syukuran (‘aqiqah) atas kelahiran anak perempuan, meskipuan baru sebatas seekor kambing untuk anak perempuan dan dua ekor untuk anak laki-laki.
Bagai mana suatu masyarakat yang tidak mengenal konsep ahli waris dan saksi perempuan tiba-tiba di beri hak waris dan hak kesaksian, meskipun masih sebatas satu berbanding dua untuk anak laki-laki. Bagaimana seorang perempuan yang dulunya dimitoskan sebagai “pelengkap” keinginan laki-laki (Adam) tiba-tiba diakui setara di depan Allah dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai penghuni syurga(Q.S.Al-Baqoroh 2;35).
Islam sesungguhnya agama ketuhanan sekaligus agama kemanusiaan dan kemasyarakatan (Q.S. Ali’imron, 3:112). Dalam pandangan islam, manusia mempunyai dua kapasitas, yaitu sebagai hamba()’abdi dan sebagai representasi Tuhan (kholifah), tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, dan warna kulit (Q.S. Al-Hujrot, 49:13). Kualitas kesalihan tidak hanya di peroleh melalui upaya mensucikan diri (riyadloh nafsiyyah) melainkan juga peduli terhadap penderitaan orang lain(Q.S Al-ma’mun,107:1-7). Islam sejak awal menegaskan bahwa diskriminasi peran dan relasi jender adalah salah satu pelanggaran hak asasi manusia yang harus dihapus (Q.S. al-Nisa’, 4:75) Islam mmerintah manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan, keserasian , keselarasan, keutuhan; baik seama umat manusia maupun denganlingkungannya. Konsep relasi jender dalam Isalm lebih darisekedar mengatur keadilan jender dalam mayarakat , tapi secara teologis dan telelologis mengatur pola relasi mikri kosmos (manusia), makrokosmos(alam), dan Tuhan. Hanya dengan demikian manusia bisamenjalankan menjalankan fungsinya sebagai kholifah, dan hanya kholifah sukses yang dapat mencapai derjat ‘abid sesungguhnya.
Islam memperkenalkan konsep relasi jender yang mengacu pada ayat-ayat substantifyang sekaligus menjadi tujuan umum syariah (maqosid al-syariah), antara lain: mewujudkan keadilan dan kebijakan (Q.S. al-nahl,16:90), keamanan dan ketentraman (Q.S. al-Nisa’, 4:58), dan menyeru kepada kebaikan dan mencegah kejahatan (Q.S. Ali’imron, 3:104), ayat-ayat ini dijadikan kerangka dalam manganalisa relasi jender dalam Al-Quran. Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban Yang sama dalam menjalan kan kholifah dan hamba. Soal peran sosial dalam masyarakat, tidak ditemukan dalam ayat maupun hadis yang melarang perempuan ikut aktif di dalamnya. Sebaliknya Alquran dan hadis banyak mengisyartkan kebolehan peran perempuan aktif menekuni berbagai profesi.
Pada awal-awal sejarah islam, kaum perempuan memperoleh kemerdekaan dan suasana batin yang cerah. Rasa percaya diri mereka semakin kuat sehingga diantara mereka mencatat prestasi gemilang, bukan hanya di sector domestic tapi juga di sector publiik. Syang seklai kenyataan seperti ini tidak berlangsung lama karena banyak factor, antaralain : semakin pesatnya perkembangan islam sampai ke pusat-pusat kerajan yang bercorak misoginis seperti Damaskus, Baghdad dan Persia. Di samping itu, unifikasi dan modifikasi kitab-kitab hadis, tafsir dan fikh, yag banyak dipengaruhi budaya local, lansung maupun tidak lansung ikut andil dalam memberikan pembatasan hak dan gerakkaum perempuan. Pada saat besaman secara simultan politik antropologi untuk melanggangkan tradisi patriarki yang menguntungkan kaum laki-laki. Berbagai nilai diarahkan dan digunakan untuk mempertahankan keneradaan pola relasi jender yang berakar di masyarakat. Karena hal tersebut berlangsung cukup lama, maka pola tersebut mengendap di pikiran alam bawah sadar masyarakat, seakan-akanpola relasi jender adalah kodrat. Bertambah kuat lagi setelah pola relasi kuat (power relasions) menjadi sub system dalam masyarakat modern-kapitalis, yang kemudian melahirkan masyarakay new patriarchy. Semakin kuat pola relai kuasa semakin besar pula ketimpangan peran jender dalam masyarakat, kaena seorang akan diukur berdasrkan niulai produktifnya. Dengan alasn factor produksi, maka produktifitas perempuan dianggap tidak semaksimal dengan laki-laki. Perempuan diklaim sebagai komunitas produksi, yang lebih tepat mengambil peran domestic. Dan laki-laki di klaim sebagai komunitas produktif, yang lebih tepat menganbil peran public. Akibatnya, terciptalah suatu masyarakat yang didominasi kaum laki-laki. Kalu dulu agama (Islam) identic dengan wacana pembebasab perempuan, maka kini ada kecenderungan Islam yang identic dengan penbatasan terhdap perempuan.
Dipenghujung abad ini banyak Negara yang melakukan revolusidan reformasi dengan mengambil tema keislaman.namun demikian, sering terjadi pasca-revolusi dan refirmasi adalah pengekangan terhadap perempuan. Islamisasi suatu Negara seolah-olah berarti “ merumahkan” perempuan atau jilbabisasiperempuan. Iran, Pakistan, aljazair, dan Afganistan dapat menjadi contoh dari fenomena tersebut. Bagaimana Islam dijadikan sebagai dalail untuk mrncopot pegawai negeri di sejumlah daerah di Afganistan dengan alas an perempuan tidak boleh berkerja di bidang politik.
Otonomisasi di Indonesia dengan memberikan peran lebih besar pada tokoh-tokoh adat dan agam setempat, tidak menutup kemungkinan menjadikan perempuan sasaran dan obyek. Kita tentu sangat berharap agar Islam tidak dijadikan sebagai sesuatu kekuatan ideologis yang menekan suatu kelompok atau jenis kelamin tertentu dan sebaliknya akan memberikn keuntungan bagi kelompok atau jenis kelamin tertentu.
Salah satu pengusung ide islam sebagai teologi pembebasn adalah Asghoe Ali Engeneer. Ali Asghor adalah pemikir islam modern yang cukup di kenal luas di Indonesia. Pemikiran nya mengenai pluralisme, Islam sebagai terologo pembebasan dan kesetaraan jender telah di baca oleh kalangan terdidik di Indonesia. Juga yang tak boleh dilupakan , adalah pandangan-pandangannya yang menolaj keras ide tentang Negara islam Dengan semata-mata mencontoh preseden klasik pada zaman Nabi dan sahabat.
Engeneer, yang lahir di Rajastan, India, pada tahun 1939 dalam keluarga yang berafiliasi kepada Shi’ah Ismaili itu,beberapa kali berkunjung ke Indonesia dalam berbagai kesempatan seminar dan diskusi. Sejumlah bukunya telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Tulisan ini mencoba akan memperkenalkan gagasan –gagasan Engeener mengenai: Islam sebagai Teologi Pembebasan.
Engeneer, dalam sebuah artikel yang berjudul What I Believe (mumbay: 1999), mengemukakan tiga pokok persoalan yang mendasri pemikirannya. Pertama, mengenai nubungan antara akal dan wahyu yang saling menunjang. Kedua, mengenai pluralitas dan diversitas agama sebagaikeniscayaanbaginya. Fanatisme dan sektarianisme keagamaan adalah merusak karena menggiring manusia untuk mengumandangkan truth claim, yang dengan nya keyakinan tertentu dianggap sebagai satu-satunya kebenaran dan yang lain adalah salah. ketiga, mengenai watak keberagaman ynag tercermin dlam sentivitas dan empati terhdap penderitaan kelompok masyarakat lemah.
Pokok-pokok pikiran tersebut yang melandasi Engeneer untuk mengkonstruksi Teologipembebasan dalam islam sebagaimana yang ditunjukkan dalam bukunya Islam and Liberation Theology (1990). Berbeda dengan teologi klasik yang cenderung abstrak dan berdifat elitis, Teologo pembebasan cenderung lebih kongkrit dan histories. Tekanan nya adalah realitas kekinian, bukan realitas di alam maya. Baginya teologi itu, tidak hanya bersifat transedental ,tapi juga kontekstual. Baginya, teologi adalah rfleksi dari kondisi sosial yang ada, dan dengan demikian suatu teologi adalah dikonstruksi secara sosial. Tidak ada teologi yang bersifat eternal yang selalucocok dalam setiap kurun waktu dan sejarah.
Dalam pandangan Teologi itu juga tidak netral,. Ia mempunyai keberpihakan , apakah kepada status quo atau pada perubahan,. Dengan kata lain teologi itu dapt menjadi instrument pembebas atau pembelenggu manusia. Semua itu tergantung kepada siapa yang mengkonstruksi danmenggumnakannya. Keperpihakan teologi pembebasan sangat jelas, yaitu kepada mereka yang lemah dan tertindas. Ia diproyeksikan untuk perubahan, bukan untuk mengabdi kepada kekuasaan dan status quo.
Teologi pembebasan sangat menekankan pada aspek praksis, yaitu kombinasi antara refleksi dan aksi, iman dan amal. Ia merupakan produk pemikiran yang diikuti dengan praksis untuk pembebasan. Teologi pembebasan berupaya untuk menjadikan mereka yang lemah dan tertindas menjadi mahluk yang independent dan aktif. Karena hanya menjadi manusia yang aktif dan merdeka mereka bisa lepas dari belenggu penindasan.
Sumber inspirasi teologi pembebasan menurut engineer adalah Alquran dan sejarah ara Nabi. Keberrpihakan kedua sumber ini kepada kaum lemah tidak diragukan lagi. Alquran mengajarkan untuk menyantuni anak yatim, menegakkan keadilan (sebagian dari taqwa), dan menekan capital itu tidak hanya berputar-putar pada segelintir orang. Penekanan demi persis yang dilakukan oleh Nabi.
Dalam pandangan engeneer, sejarah Nabi adalah sejarah perubahan sosial untuk menentang system yang timpang. Penolakan masyarakat Quroisy menurut Engeneer lebih dikarenakan factor ekonomi dari pada factor agama. Mereka menentang takut jika hegemoni ekonomi yang di gengaman mereka terganggu. Mengikuti Taha Husein, pemikir Mesir, Engeneer mengatakan bahwa jika Nabi hanya bedakwah tentang keesaan Tuhan , tanpa menyerang system sosial-ekonomi, mengabaikan antara yang kuat dan yang lemah, yang kaya dan yang miskin, tuan dan budak serta tidak mendesak para konglomerat mekah untuk mrndistri busikan kekayaan mereka kepada kaum lemah dan miskin, maka mayoritas masyarakat Quroisy akanmenerima kehadiran Islam.
Melihat kesejarahan di atas, denga tidak ragu-ragu Engeneer mengatakan Nabi adalah seorang revolusioner, tidak hanya dalam pemikiran, tapi juga dalam tindakan. Dia (Muhammad) bagi Engener , tidak hanya seorang filosof tapi juga seorang aktifis, pelopor dan pejuang. Lewat praksis dia berkerja untuk mengadakan perubahan sosial pada masanya. Dengan kata lain, Muhammad silahirkan sebagai voice of social reform. Hal demikia juga sama dengan Nabi-Nabi sebelumnya. Musa dianggap sebagai pembebas kaumnaya yang ditindas oleh arogansi dan kesewenag-wenangan Fir’aun.
Dalam semangat teologi pembebasan ini, Engeneer menafsir ulang ma’na tauhid dan kufr. Tauhid bagi Engeneer tidak hanya di maknai sebagai “keesaan Tuhan”, tapi uga sebagai kesatuan manusia yang tidak dapat di capai dalam pengertiannya yang paling benar tanpa menciptakan mayarakat tanpa kelas (Classles society). Tauhid dalam pengertian yang baru berate tidak melampaui garis-gariskeyakinan. Di sinilah pluralime keagamaan mendapat tempat dalam perspektif teologi pembebasan. Kesatuan bukan saja mengenai perkara aqiadah. Tetapi kesatuan dalam keadilan yang melintasi batas-batas keyakinan. Dalam perspektif teologi pembebasan, persoalan penindasan itu bukanlah persoalan antar pemeluk agama, akan tetapi lebih merupakan persoalan antara”peninas” dan yang “tertindas” Sosok yang “terindas” dan yang “menindas” itu bisa berasal dari agama manapun, ras apapun dan suku manapun. Dengan demikian, tauhid itu tidak hanya terdimensi teologis, tapi juga sosiologis. Kata kafir juga dimaknai ulang oleh aEngeneer. Ia tak hanya berdimensi teoogis, tapi juga sosial-ekonomi. Kafir tidak hanya kepda mereka yang tifdk percaya kepada Tuhan, tetapi juga mereka yang melawan segala usaha yang saungguh-sungguh untuk menata ulang struktur masyarakat agar lebih adil dan egaliter, tidak ada konsentrasi keyakinan di segelintir orang, serta tidak ada ekploitasi manisia ataasa manusia yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar