MARS PMII

Inilah kami wahai Indonesia Satu barisan dan satu cita Pembela bangsa, penegak agama Tangan terkepal dan maju kemuka Habislah sudah masa yang suram Selesai sudah derita yang lama Bangsa yang jaya Islam yang benar Bangun tersentak dari bumiku subur *Reff : Denganmu PMII Pergerakanku Ilmu dan bakti, ku berikan Adil dan makmur kuperjuangkan Untukmu satu tanah airku Untukmu satu keyakinanku Inilah kami wahai Indonesia Satu angkatan dan satu jiwa Putera bangsa bebas meerdeka Tangan terkepal dan maju kemuka Denganmu PMII Pergerakanku Ilmu dan bakti, ku berikan Adil dan makmur kuperjuangkan Untukmu satu tanah airku Untukmu satu keyakinanku

Selasa, 10 April 2012

PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI SOLUSI PERMASALAHAN BANGSA

OLEH: AFRIOGA FELMI SYARGAWI*

Bangsa indonesia akhir-akhir ini mengalami dekadensi moral yang amat parah, kalau boleh dibilang sudah memasuki tahap stadium empat. Mulai dari permasalahan hancurnya nilai-nilai moral, merebaknya ketidakadilan, tipisnya rasa solidaritas, krisis kepemimpinan dan semakin merajalelanya praktek Korupsi yang dapat menghancurkan bangsa ini. Berbagai kejadian dan fenomena yang terjadi semakin membuka mata kita bahwasanya bangsa ini harus di beri obat yang mujarab dan ampuh untuk bisa menyembuhkan penyakit kronis tersebut. Pendidikan Karakter mungkin bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi semua permasalahan tersebut, alasan-alasan kemerosotan moral, dekadensi kemanusiaan yang terjadi tidak hanya dalam generasi muda kita, namun telah menjadi ciri khas abad kita, seharusnya membuat kita perlu mepertimbangkan kembali bagaimana lembaga pendidikan mampu menyumbangkan perannya bagi perbaikan kultur. Sebuah kultur yang membuat peradaban kita semakin manusiawi.


PENDIDIKAN KARAKTER SEBUAH TINJAUAN HISTORIS
Istilah karakter dipakai secara khusus dalam konteks pendidikan baru muncul pada akhir abad-18. Terminologi ini biasanya mengacu pada sebuah pendekatan idealis-spritualis dalam pendidikan yang juga dikenal dengan teori pendidikan normatif. Yang menjadi prioritas adalah nilai-nilai transenden yang dipercaya sebagai motor penggerak sejarah, baik bagi individu maupun bagi sebuah perubahan sosial. Namun sebenarnya pendidikan karakter telah lama menjadi bagian inti sejarah pendidikan itu sendiri. Misalnya kita temukan dalam cita-cita paiedea yunani, humanitas romawi, perspektif islam dan pedagogi kristiani. Perkembangan ini pada gilirannya mengukuhkan dialektika sebagai sebuah bagian integral dari pendidikan karakter.


Lewat sokrates, pendidikan karakter di athena memiliki nuansa baru, sebab ia menemukan apa yang disebutnya sebagai “jiwa” sebagai hal yang sentral dalam hidup manusia. Memelihara “jiwa” inilah yang semestinya menjadi tujuan pendidikan agar manusia tetap memiliki kualitas dan keutamaan yang menjadi ciri khas hakikinya. Manusia adalah jiwanya, bukan kemampuan berbicara di depan umum. Begitulah sokrates memberikan visi baru tentang kemanusiaan. Pendidikan karakter terutama ditujukan pada pemeliharaan jiwa ini. Jiwa merupakan suatu hal yang membedakan manusia satu dengan manusia lainnya. Di dalam jiwanya inilah kita memiliki kegiatan berfikir, bertindak, dan menegaskan nilai-nilai moral dalam hidupnya. Paradigma sokrates yang terkenal adalah ‘kenalilah dirimu sendiri’. Mengenali diri sendiri bukan sekadar berarti bahwa kita mengenal nama kita sendiri, melainkan lebih dari itu. Kita menyelidiki dimensi interioritas kita sebagai manusia. Kodrat manusia ada dalam jiwanya. Melalui Sokrates, areta yang sifatnya pada mulanya lebih politis berubah menjadi arete yang lebih interior yaitu dimensi moralitas manusia.


Dalam kerangka kehidupan politik, pendidikan karakter bagi plato adalah mencetak sosok pemimpin filsuf yang mampu memimpin negara. Untuk dapat memimpin negara dengan baik dan adil, pemimpin harus tahu tentang kebaikan dan keadilan. Tujuan pendidikan bagi plato terutama adalah membawa manusia pada kehidupan kontemplatif, yaitu saat terjadi kesatuan antara apa yang baik dan benar. Untuk dapat mengkontemplasikan kebenaran, ia mampu menggabungkan tiga kenyataan penting yang ada dalam diri manusia yaitu, negara, kebahagiaan dunia, dan kebahagiaan yang mengatasi dunia ini. Tiga hal integral inilah yang menurut dia menjadi “jiwa” bagi setiap manusia. Jika manusia ingin memelihara jiwanya, ia mesti memelihara tiga hal ini. Idealisme kebaikan dan pendidikan keutamaan dalam visi plato hanya bisa dilakukan dalam kebersamaan dengan semua warga untuk membangun sebuah masyarakat yang demokratis, didalamnya kebaikan dan keadilan menjiwai setiap kehidupan politik dan individual warga negara. Tanpa kontekstualisasi dalam kehidupan politis, perilaku bermoral apapun hanya akan memiliki corak dimestik. Justru nilai-nilai moral, keutamaan jiwa inilah yang mesti tampil dalam kehidupan bersama dalam sebuah negara yang didalamnya setiap orang dapat bertindak secara bebas dan bertanggung jawab terhadap kehidupan manusia yang lain.


Sebagaimana halnya plato, Al-Ghazali percaya bahwa manusia memiliki dorongan nafsu makan, marah dan berfikir. Masing-masing potensi tersebut memiliki karakter dan prinsip yang orisinal. Dorongan nafsu makan misalnya muncul dari sifat birahi, perasaan marah muncul dari hawa nafsu yang garang, dan daya intelek muncul dari unsur ketuhanan yang merupakan nalurinya. Al-Ghazali berpegang pada pandangan bahwa manusia memiliki dua aspek yaitu fisik dan spritual. Budi pekerti berhubungan dengan aspek spiritual. Selanjutnya bentuk akhlak bergantung pada kecendrungan baik yang dilakukan karena sengaja atau tidak sengaja. Masalah penting lainnya yang mempengaruhi akhlak adalah pemikiran bahwa semua manusia dilahirkan dengan membawa kekuatan mental yang dapat menolongnya untuk memperoleh pengawasan terhadap semua elemen naluri yang dimiliki manusia seperti rasa menyombongkan diri dan kecintaan terhadap materi. Elemen-elemen tersebut mempunyai kekuatan yang amat besar, oleh karenanya manusia membutuhkan usaha yang keras untuk mendapatkan kesempurnaan budi pekerti.


PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA
Jika kita tilik dari pengalaman sejarah bangsa, pendidikan karakter sesungguhnya bukan hal baru dalam tradisi pendidikan di indonesia. Beberapa pendidik indonesia modern yang kita kenal seperti, R.A Kartini, Ki Hadjar Dewantara, Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Moh Natsir dll. Telah mencoba menerapkan semangat pendidikan karakter sebagai pembentuk kepribadian dan identitas bangsa sesuai dengan konteks dan situasi yang mereka alami.


Pendidikan karakter memang timbul tenggelam dalam kurikulum pendidikan nasional kita. Adakalanya pendidikan karakter menjadi primadona menjadi mata pelajaran khusus, dan kemudian menjadi dimensi yang menyerambahi seluruh mata pelajaran, ada kalanya pendidikan karakter diintegrasikan dengan pendidikan agama, pendidikan moral pancasila atau pendidikan akhlak mulia. Namun ada juga saat dimana pendidikan karakter sama sekali hilang dalam kurikulum kita. Pendidikan karakter tidak pernah dianggap sebagai sesuatu yang penting untuk diajarkan. Mengapa para pemikir bangsa yang menjadi pelopor pergerakan nasional berhasil melahirkan pemikiran-pemikiran baru bagi sebuah proses pembentukan bangsa dan pembentukan manusia indonesia, jawabannya adalah karena mereka memiliki cita-cita, idealisme untuk membangun manusia dan masyarakat indonesia baru. Dasar idealisme ini adalah nilai-nilai kebangsaan, nilai-nilai budaya, nilai-nilai agama dan nilai-nilai pengetahuan yang pada saat ini telah luntur dalam jiwa para pemimpin kita. Mungkin jika para foundingfather kita menangis jika bisa melihat apa yang terjadi dan apa yang telah dilakukan anak cucunya di negeri ini karna tidak sesuai dengan cita-cita luhur mereka ketika memperjuangkan negara ini. Titik pijak akan nilai-nilai inilah yang menggolongkan mereka menjadi pemikir idealis yang menjadi jiwa bagi pendidikan karakter sebuah bangsa. Penulis berharap dengan pendidikan karakter akan muncul pemimpin-pemimpin baru yang idealis, berkarakter, dan mampu mencari solusi bagi setiap permasalahan bangsa ini..semoga


Jakarta, 10 juli 2011
*Penulis adalah Wakil Bendahara Umum PB PMII dan Mahasiswa Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar